oleh:Rahmat Hadi Sucipto -- Industri otomotif di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) menunjukkan pertumbuhan yang kuat selama beberapa tahun terakhir. Pen jual an kendaraan bermotor gabungan di enam negara ASEAN utama, ya itu di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Singapura, mencapai 3,5 juta unit pada 2012, hampir dua ka li lipat dari angka penjualan tahun 2007 yang hanya menembus 1,9 juta unit. Pen jualan jenis sepeda motor dan skuter melonjak 44 persen dari 7,3 juta unit pada 2007 menjadi 10,5 juta unit pada 2012.
Produksi kendaraan bermotor naik 41,5 per sen pada 2012 dari tahun 2011. Dalam jang ka waktu enam tahun, produksi tum buh sebesar 98 persen menjadi 4,24 juta unit pada 2012 dari 2,14 juta unit pada 2007.
ASEAN menawarkan peluang besar bagi produsen dan distributor otomotif ser ta komponen kendaraan bermotor. Peluang ini muncul karena perekonomian pada masing-masing negara tumbuh signifikan. Dampaknya, jumlah rumah tangga kelas menengah pun melonjak. Merekalah yang menjadi potensi market industri otomotif.
Kisah sukses produksi dan penjualan kendaraan bermotor sepertinya akan terus terjadi, apalagi permintaan untuk mobil dan kendaraan bermotor lainnya juga terus bertambah dari tahun ke tahun. Lagi pula, rasio orang dengan jumlah kendaraan bermotor di banyak negara masih rendah.
Di seluruh enam wilayah enam negara ASEAN tersebut, rasio orang dan kendara an hanya 72 per 1.000 orang pada 2011. Ra sio tertinggi terjadi di Malaysia dengan ang ka 672 per 1.000 orang dan terendah men capai 17 per 1.000 berada di Kamboja dan Vietnam. Bila terjadi perbaikan infrastruktur dan jaringan jalan yang lebih baik di wilayah ASEAN, permintaan dan keuntungan industri otomotif akan meningkat, terutama dari kendaraan pribadi.
Daya tarik bisnis otomotif di kawasan ASEAN ditopang oleh kebijakan investasi yang sehat bagi industri tersebut. Biaya tenaga kerja kompetitif yang ditawarkan oleh negara-negara ASEAN, seperti Viet nam dan Filipina, ketersediaan produsen komponen otomotif dalam jumlah besar, serta dukungan teknik yang kuat, khususnya di Thailand dan Malaysia, menjadi pendorong pertumbuhan industri ini.
Dengan terjadinya liberalisasi perdagangan, pemain industri otomotif mendapat banyak kemudahan. Berdasarkan be be rapa perjanjian perdagangan bebas (FTA) ASEAN, kawasan itu telah mengurangi atau bahkan menghilangkan tarif kendaraan bermotor dari sesama anggota ASEAN serta negara-negara mitra FTA.
Hambatan nonperdagangan juga se dang ditangani. Investor bisa memaksimal kan manfaat FTA dengan memilih meng gu nakan pusat manufaktur di negara-ne gara ASEAN yang masih menyediakan upah tenaga kerja murah untuk melayani pa sar luar negeri. Atau bisa juga mereka ber operasi sebagai bagian dari rantai pasokan otomotif regional atau global yang terintegrasi, sementara basis industrinya di negara anggota ASEAN yang tingkat kemampuan ekonominya lebih maju.
Beberapa analis memperkirakan industri otomotif ASEAN akan tumbuh lebih baik pa da masa depan. Deutsche Bank, mi salnya, te lah melaporkan kepemilikan mobil di ASEAN akan meningkat menjadi hampir 40 juta pada 2015 dan sekitar 55 juta pada 2050. Bank ternama ini optimistis pertum buh an penjualan mobil rata-rata akan lebih dari 10 persen pada tahun mendatang.
Negara-negara ASEAN, seperti Kam boja dan Laos, bisa mencapai angka penjualan lebih tinggi dibandingkan tingkat rata-rata pertumbuhan penjualan ken daraan bermotor di negara lainnya. Akan tetapi, dari sisi volume, penjualan di ne ga ra tersebut masih kalah dibandingkan negara ASEAN lainnya.
Perusahaan konsultan bisnis Frost & Sul livan mengatakan, ASEAN akan men jadi pasar otomotif terbesar keenam di kancah global pada 2018. Frost & Sullivan berpendapat masyarakat ASEAN, terutama di Indonesia, akan mendorong permintaan lokal karena ada perubahan kebutuhan dari semula hanya sepeda motor menjadi pengguna kendaraan multiguna (MPV) dan kendaraan sport.
Thailand termasuk negara yang mam pu memanfaatkan peluang manisnya in dus tri otomotif. Sejak lama negara ini mampu membangun kepercayaan, kenyamanan, keamanan, dan keuntungan besar bagi produsen.
Selain potensi market dalam negeri ting gi, Thailand juga mampu menciptakan pe luang besar untuk market ekspor. Pro duksi mobil yang diekspor pun beragam dengan target pemasaran ke lebih dari 100 negara. Menurut analisis Reuters, beberapa kali aksi kudeta militer di Thailand, termasuk yang terjadi pada 22 Mei lalu, tidak mem buat perusahaan-perusahaan mobil asing menghentikan aktivitas. Mereka beroperasi seperti biasa, seperti tanpa ada kejadian.
Mereka tetap menikmatinya karena selama ini mendapatkan lokasi manufaktur yang nyaman, tenaga terampil yang memadai, serta jaringan pemasok komponen yang luas.
Gejolak politik Thailand hanya berimbas pada rencana ekspansi. Beberapa per usahaan otomotif mengaku menunda ekspansi sampai kondisi domestik Thai land lebih kondusif. Di luar itu, semuanya berjalan lancar.
Industri otomotif menyumbang sekitar 11 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Thailand. Kontribusi sektor ini pula yang membuat Thailand akhirnya menjadi negara dengan perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara. Hebatnya lagi, sebagian besar pemain global menggunakan negara tersebut sebagai pusat regional perusahaan mereka.
"Itu (gejolak politik) tidak akan meng ubah (keputusan kami beroperasi di Thai land)," kata Takao Katagiri, kepala regional Nissan Motor Co Ltd. "Fondasi di sana sudah kuat, termasuk adanya jaring an pemasok. Karena itu, tak mudah bagi produsen untuk mengubah keputusan."
Dalam jangka pendek, aksi militer yang mengambil alih kekuasaan tak memengaruhi produsen-produsen besar. Mereka yakin tindakan militer untuk mengamankan situasi, bukan memperkeruh keadaan, karena sudah lebih dari tujuh bulan terjadi protes masif di negara itu. Produksi kendaraan bermotor berjalan normal, bahkan sebagian produknya diekspor ke negara lain.
"Apa yang terjadi saat ini belum ber dampak langsung pada kehidupan aktual dan kegiatan perusahaan. Manufaktur ber operasi lancar, penjualan dan operasi bis nis juga berjalan seperti biasa," kata Katagiri.
Memang produsen yang berskala lebih kecil dalam menguasai rantai pasokan merasakan dampak situasi di Thailand. Ini terjadi karena permintaan domestik menu run. Aapico Hitech Plc, produsen suku cadang kendaraan bermotor, menyatakan pendapatan 2014 kemungkinan merosot 10-15 persen, lebih buruk dari perkiraan sebelumnya.
Industri otomotif Thailand menawar kan dua potensi keunggulan, yaitu sebagai market penjualan mobil dan juga sebagai tempat penting untuk produksi. Selain itu, pemerintah setempat juga menawarkan insentif untuk mendorong produksi lokal, baik untuk pembuatan komponen, peralatan elektronik, maupun mobil ramah ling kungan (eco-cars). Banyak juga perminta an dari produsen yang ingin mela kukan proses pembuatan desain, riset dan pengembangan (R&D), serta pusat-pusat pengujian kendaraan.
Faktor-faktor itulah yang membuat banyak produsen kendaraan memilih Thailand sebagai sentra produksi. Imbas nya, negara Gajah Putih ini menjadi pusat industri otomotif di ASEAN serta basis manufaktur bagi industri.
Pertumbuhan industri otomotif, khu sus nya di Thailand, di per kirakan akan makin ber kembang karena adanya penerapan perjanjian perdagangan bebas (FTA) di ASEAN. Thailand pun mendapatkan berkah dari mekanisme ini sehingga bisa bebas menjalin kerja sama dengan sesama anggota negara ASEAN. Bahkan, pada praktiknya terjadi perluasan kerja sama antara ASEAN dan beberapa negara Asia- Oseania, seperti India, Cina, Australia. Insentif yang sangat menarik membuat banyak produsen mobil dunia ternama, perakit kendaraan, serta produsen komponen dan suku cadang memilih Thailand sebagai basis bisnis mereka. Banyak pula yang akhirnya berencana berekspansi atau menambah investasi.