oleh: Harun Husein -- Tren kenaikan elektabilitas Prabowo, dan penurunan elek tabilitas Jokowi, se be nar nya sudah terbaca sejak awal 2014. Tapi, barulah di masa kampanye awal Juni, survei mendeteksi Prabowo mampu me nyalip Jo kowi. Debat kandidat turut berpengaruh.
Di Amerika, debat kandidat menjadi tra disi sejak tahun 1960-an. Dan, setelah diteliti, debat ternyata efektif memengaruhi undecided voters. Merekalah yang menjadi sa saran utamanya. Tapi, bukan berarti orang-orang yang semula sudah punya preferensi, tidak bisa berubah setelah melihat debat.
Kendati setelah debat masing-masing pen dukung berantem di facebook dan twitter, dengan membenarkan semua yang dika takan capres jagoannya, dan menya lahkan semua yang disam paikan capres yang tak di sukainya, nyatanya tak semua orang ber sikap seperti itu. Status facebook ini, bisa jadi cukup mewakilinya: "Setelah melihat 3 kali debat capres dan cawapres, kayaknya saya harus merubah pilihan."
Status itu tak pelak menjadi lapak para facebooker untuk berebut pengaruh. "Ksh dia kesempatan buat benahi jkt dl." "Kan lebih mudah.....benahi jkt......jika jd presiden kaliii."
Yang lain menulis, "Welcome to "Vic tory"… he he he."
"Victory…??? Ditujukan pada capres yang hanya bisa cengar-cengir..?? hehehe". Meme kocak pun ikut terlibat. "Berubah ke ini saja", tulis facebooker lainnya, sambil memposting meme bergambar komedian Mali, dengan tulisan capres nomor tiga.
Kendati puluhan komentar masuk, sang pemilik akun tak menjelaskan kemana berlabuh. Tapi, yang jelas, dia bukanlah satu-satunya yang ber ubah. Hasil survei Indikator Politik Indonesia, bah kan mendapati arus berpindahan yang cukup besar.
Indikator melakukan survei pada debat pu taran kedua, yang bertema "Pem bangun an Eko no mi dan Kesejahteraan Sosial", pada 15 Juni lalu. Survei dilakukan sebelum dan saat debat ber langsung, kemudian hasilnya dibandingkan. Ada 466 responden yang diwawancarai lewat telepon.
Pada survei sebelum debat, Jokowi-JK unggul dengan 47,6 persen, Prabowo-Hatta 36,2 persen, dan 16,1 persen sisanya tidak tahu dan tidak menjawab. Setelah debat, kedua kandidat memanen kenaikan elektabilitas.
Meski demikian, Prabowo-Hatta lebih diun tung kan. Jokowi-JK meraup tambahan dukungan 3,8 poin, menjadi 51,4 persen. Sedangkan, Prabowo-Hatta meraup 4,7 poin, menjadi 40,9 persen. Alhasil, lewat debat tersebut, ada 8,5 poin persen pemilih yang mengubah pilihannya.
Tapi, tidak terlalu jelas, siapakah mereka, karena tak ada penjelasan gambang dari Indikator. Apakah mereka semua berasal dari pemilih yang semula undecided, atau terjadi pula perpindahan (swing) dari kedua kubu. Yang jelas, undecided voters turun dratis tinggal tujuh persen.
Bahwa debat memengaruhi pemilih, juga disampaikan oleh lembaga-lembaga survei lainnya. Forum Indonesia Maju (Forima), dalam rilis surveinya pada 25 Juni lalu, mendapati Prabowo-Hatta unggul dalam debat putaran pertama dan kedua.
Menurut Forima, 60,3 persen responden menyatakan performa Prabowo-Hatta baik; 36 persen menilai sangat baik; dan3,5 persen buruk. Sementara 59,5 persen menilai pe nam pilan Jokowi-JK baik; 29,8 persen sangat baik; dan sisanya 10,2 persen.
Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangun an Strategis (Puskaptis), juga mendapati debat turut memengaruhi elektabilitas cap res. Dan, yang banyak diuntungkan lagi-lagi Prabowo-Hatta. "Masyarakat mampu meli hat visi dan misinya secara jelas melalui aca ra debat capres," kata Direktur Puskaptis, Husin Yazid, Ahad (22/6).
Institut Survei Indonesia (ISI), lebih spe sifik lagi. Prabowo yang dalam beberapa de bat selalu mengakui pendapat Jokowi yang benar, justru dipersepsi positif. "Ini me mengaruhi psikologi masyarakat, yang akhir nya bersimpati dan mendukung Pra bowo," kata Direktur ISI, Haris Baginda, Senin (23/6).
Dulu, pada awal tahun 2014, Lingkaran Survei Indonesia mendapati elektabilitas Pra bowo hanya 11,1 persen, sedangkan Jo kowi 50,3 persen. Pada Maret lalu, elekta bili tas Jokowi turun menjadi 46,3 persen, sementara Prabowo naik menjadi 22,1 persen.
Awal Mei, saat Jokowi disimulasikan berpa sangan dengan JK, elektabilitasnya kembali turun menjadi 35,42 persen. Sementara, pada saat yang sama, saat Prabowo disimulasikan berpasangan dengan Hatta Rajasa, elektabilitasnya naik tipis menjadi 22,75 persen.
Setelah pasangan Jokowi-JK firm, awal Juni LSI kembali mensurvei, dan mendapati elektabilitasnya terdongkrak signifikan menjadi 45 persen. Tapi, Prabowo-Hatta juga meraup angka signifikan, 38,7 persen.
Tren yang sama dicium oleh Saiful Mujani Research Consulting (SMRC). Pada Desember 2013, elektabilitas Jokowi masih 51 persen, sementara Prabowo hanya 22 persen. Februari, Jokowi melorot menjadi 39 persen, sedangkan Prabowo tetap naik menjadi 32 persen.
Dalam survei yang 20-24 April 2014, atau pasca pemilu legislatif, SMRC mendapati elektabilitas Jokowi kembali turun menjadi 37,7 persen. Tapi, pada saat yang sama, Prabowo juga turun menjadi 23,9 persen. Pascapileg, undecided voters capres justru meningkat, yang menjadi sasaran empuk debat kandidat.