Jumat 25 Jul 2014 14:00 WIB

Fatamorgana Partisipasi Pilpres 2014

Red:

Oleh: Harun Husein -- Besarnya minat masyarakat pa da pilpres kali ini, sempat mem buat sejumlah kalangan membayangkan akan terjadi ledakan partisipasi pemilih seperti Pemilu 1999, yang ang kanya di atas 90 persen. Tapi, fakta berbi cara sebaliknya. Setelah kotak suara dibuka dan surat suara dihitung, partisipasi pilpres kali ini justru rendah, bahkan terendah dalam sejarah pemilu di Indonesia.

Wajar belaka jika semula orang menduga partisipasi pemilih dalam pilpres bakal mero ket. Betapa tidak, orang-orang yang berbilang pemilu golput, tiba-tiba ingin terlibat. Bah kan, Arif Budiman, penganjur utama golput sejak awal 1970-an silam, tiba-tiba mendapat alasan untuk memilih dalam pilpres kali ini. Pilpres kali ini pun luar biasa emosional.

Bangsa ini bak terbelah dua. Pada pemilu ka li ini, media massa, khususnya televisi, mem perlihatkan keberpihakan yang terang ben derang kepada kandidat tertentu. Media sosial, situs-situs berita, juga bak pasar yang ramai oleh kampanye yang positif, negatif, bah kan fitnah, juga penggalangan dan jual-beli komentar para pendukung dan simpatisan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Agung Supriyanto

Hasil Rekapitulasi Pemilu Presiden

Situasi emosional juga menjalar hingga ke akar rumput. Berita tentang orang yang berkelahi secara fisik karena beda capres, mencuat ke permukaan. Seperti yang terjadi de ngan dua tukang becak di Pamekasan, Su to dan Saleh, yang akhirnya adu jotos setelah sebelumnya saling hujat capres. Perteng karan suami istri karena beda capres yang difavoritkan, juga mulai sering terdengar.

Di tengah hingar-bingar pilpres, nyaris tak tersisa ruang untuk golput. Sebab, ada banyak alasan untuk memilih. Bahkan, memilih bukan lagi semata karena setuju dan kagum pada kandidat serta visi, misi, dan programnya, tapi ada pula yang sengaja memilih kandidat tertentu karena tidak ingin kandidat lain dan gerbongnya, yang menu rutnya berbahaya, akhirnya menang dan berkuasa.

Lembaga-lembaga survei pun menga barkan bahwa angka partisipasi akan me ning kat. Pasalnya, angka pemilih yang belum memutuskan (undecided voters), terus menurun. Lingkaran Survei Indonesia (LSI), misalnya, dalam survei awal Mei mendapati undecided voters masih sekitar 41,8 persen. Tapi, angkanya turun dratis dalam survei 1- 9 Juni, tinggal 16 persen.

Bakal menurunnya angka golput, juga dikonfirmasi Poltracking dan Indobarometer. Pada survei 23 Mei-3 Juni, Poltracking mendapati yang belum menentukan tinggal 10,4 persen. Dalam survei yang hampir ber samaan, yaitu 28 Mei-4 Juni, Indobarometer menyatakan tinggal 11 persen yang belum memutuskan, dan rahasia 1,5 persen. Sedangkan, yang menyatakan tidak akan memilih, menurut Indobarometer, angkanya tinggal secuil, yaitu 0,1 persen!

Dan, itu kemudian terbukti saat hari pencoblosan. Betapa tidak, di beberapa tem pat pemungutan suara, pemilih membludak. Bahkan, di Hongkong, ratusan tenaga kerja Indonesia akhirnya mendemo penyelenggara pemilu, karena sudah datang jauh-jauh, tak bisa memilih. Penyebabnya, TPS di Victoria Park harus ditutup pukul 17.00 waktu setem pat, saat saat banyak TKI belum memilih.

Tapi, realitas media yang menggam bar kan pilpres ini dengan gegap gempita, ter nyata bak fatamorgana. Sebab, setelah selu ruh surat suara selesai dihitung, ternyata par tisipasi pemilih dalam pilpres ini hanya 69,58 persen, terendah sepanjang pemilu Indonesia. Dengan sendirinya, jumlah golput pun meningkat. Saat ini, angkanya 30,42 per sen, atau setara dengan 58,99 juta pemilih.

Angka partisipasi pilpres kali ini, bahkan lebih rendah dibanding Pilpres 2009. Pada hal, pada 2009 lalu, muncul kasus hilang nya nama puluhan juta orang dalam DPT, yang diduga dilukan sistematis. Saat itu, Komnas HAM dan Pansus Hak Angket DPT DPR me nyebut ada 40 juta orang yang dihilangkan dari DPT.

Menanggapi fenomena tersebut, Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai ge gap gempita di dunia online, tak mewakili seluruh pemilih. Sebab, masih ada komunitas offline yang kebanyakan berdiam di pedesa an dan pedalaman, yang absen dari hiruk-pikuk itu.

Penyebab lainnya, duga Titi, pertama, ada sebagian pemilih yang merasa tidak terwakili oleh hanya dua pasang calon. Kedua, kampanye jahat dan kotor membuat banyak orang terpengaruh, tapi sebagian lainnya malah jadi jenuh dan jengah. Ketiga, adanya pemilih yang tetap apatis. Keempat, penyelenggaraan pilpres di bulan Ramadhan, turut berpengaruh. Kelima, piala dunia. "Biasanya, jam tujuh pagi pemilih sudah ramai di TPS. Tapi, dalam pilpres ini justru masih sepi," kata Titi.

Jika memerhatikan angka undecided voters di survei-survei, pada pertengahan hingga akhir masa kampanye, terlihat embesar dibanding awal masa kampanye. LIPI, misalnya, dalam survei 5-26 Juni, mendapati undecided voters 23 persen. Litbang Kompas, pada survei 1-15 Juni, mendapati 22,4 persen undecided voters. Institut Survei Indonesia, pada survei 15-21 Juni, menemukan 27,39 persen yang belum menentukan pilihan.

Undecided voters ini adalah pemilih mengambang. Dia bisa memutuskan memi lih, bisa pula memutuskan golput. Dan, jika angka partisipasi pemilih ternyata terpuruk, bisa jadi sebagian besar mereka menarik diri dari pesta demokrasi dan menjadi golput. Exit poll Indikator Politik Indonesia menemukan tren partisipasi menurun dibanding pileg lalu terjadi pada usia 22-25 tahun, dari 10,9 menjadi 9,0 persen; usia 26- 40 dari 39,2 menjadi 35,8 persen. Usia-usia ini justru paling melek teknologi. Sementara, kelompok usia lain justru naik.

Anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyan syah, juga mengaku agak terkejut mendapati partisipasi pemilih pilpres kali ini. "Mungkin menarik untuk diteliti," katanya. Ferry sendiri menilai upaya KPU sudah sangat massif dalam sosialisasi pilpres. "Above dan below the line, ilklan di media maupun melalui alat peraga seperti spanduk dan lain-lain sudah disampaikan kepada masyarakat," katanya.

Sebenarnya, KPU kali ini akomodatif. Ada sekitar 3,5 juta orang di luar DPT yang diakomodasi. Semula DPT pilpres adalah 190.307.698, tapi kemudian membengkak menjadi 193.944.150, setelah masuknya 478.540 pemilih lewat daftar pemilih tam bah an (DPTb), 249.526 pemilih lewat daftar pemilih khusus (DPK), hingga 2.908.396 pemilih khusus tambahan (DPKTb) atau yang menggunakan KTP atau identitas lain seperti paspor untuk mencoblos.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement