Oleh :Rakhmat Hadi Sucipto -- Malang nian nasib Ma laysia Airlines (MAS). Belum lagi sem pat bangkit da ri keterpurukan akibat musibah hilangnya pesawat MH370 yang terbang dari Kuala Lumpur menuju Beijing pada Maret lalu, maskapai nasional milik Ma laysia itu kembali terkena musibah.
Tepat pada 17 Juli lalu, pesawat bernomor penerbangan MH17 milik Malaysia Airlines jatuh di perbatasan Ukraina-Rusia setelah meninggalkan Bandara Schiphol Belanda menuju Kua la Lumpur. Berbeda dengan musibah pertama, kejadian ini dengan cepat dideteksi lokasinya. Bahkan, puing-puing dan jenazah para korban pun ditemukan.
Penyebab hancurnya pesawat MH17 pun sangat jelas. Pesawat terkena terjangan roket hingga meledak di udara. MH17 mengangkut 298 penumpang dan kru pesawat saat ditembak jatuh di timur Ukraina. Bencana ini muncul empat bulan setelah MH370 hilang di Samudra Hindia yang membawa 239 penumpang.
Foto:Greg Wood/AFP POOL
Sebuah pesawat Malaysia Airlines
Dua kejadian tersebut membuat pengelola Malaysia Airlines waswas dan sa ngat kelabakan. Mereka sedang meng ha dapi ancaman kebangkrutan. "Masa de pannya mengerikan," ungkap Moh shin Aziz, seorang analis dari Maybank di Kuala Lumpur, beberapa waktu lalu, se perti dilaporkan AFP. "Saya takut maskapai ini tidak akan mampu ber tahan dengan kondisi yang ada sekarang."
Saham Malaysia Airlines System Berhad anjlok 11 persen menyusul kecelakaan pesawat MH17 tersebut. Be berapa pasar saham di Asia juga ber akhir kurang bergairah pada hari kejadian karena khawatir jatuhnya pesawat tersebut meningkatkan ketegangan hubungan antara Barat, Ukraina, dan Rusia.
Bahkan sebelum hilangnya Flight 370 yang membawa pada 8 Maret lalu, Malaysia Airlines sebenarnya sudah menghadapi masalah keuangan dan me ngalami kerugian yang cukup mengkhawatirkan. MAS kesulitan bersaing dengan maskapai-maskapai dari negara lainnya, apalagi banyak pengelola maskapai menyediakan layanan penerbangan bertarif murah, termasuk dengan AirAsia yang muncul dari domestik Malaysia.
"Bahkan sebelum insiden pertama, maskapai ini mengalami kerugian lebih besar dibandingkan dengan hampir kebanyakan maskapai penerbangan di dunia," ungkap Seth Kaplan, managing partner Airline Weekly, sebuah publikasi perdagangan, beberapa hari lalu.
Malaysia Airlines membukukan keru gian bersih 134 juta dolar AS pada kuar tal pertama 2014. "Ini pengalaman kerugian yang kelima secara beruntun bagi Malaysia Airlines," jelas Brendan Sobie, kepala analis dari CAPA, dalam se buah laporan risetnya beberapa waktu lalu, seperti dilaporkan Philly News. Ketika musibah menimpa pesawat MH370, pemesanan tiket merosot, terutama dari Cina. "Prospek bisnis hingga sisa tahun 2014 ini dan saat-saat mendatang akan suram," kata Sobie.
Malaysia Airlines terakhir kali menge ruk keuntungan pada kuartal ketiga dan keempat 2012 setelah me lakukan restrukturisasi. Namun, maskapai ini menelan kerugian hingga 372 juta dolar AS pada tahun 2013. Sobie menilai flag carrier Malaysia ini benar-benar menghadapi tantangan berat. Perusahaan akan sulit bangkit atau pulih dari keterpu rukan tanpa perbaikan besar-besaran.
Kecelakaan MH17 diperkirakan akan menimbulkan masalah yang lebih besar bagi MAS. Apalagi, saat MH370 hilang, kerugian perusahaan sangat besar. Perusahaan melaporkan pada kuartal pertama 2014 kerugiannya mencapai 443 juta ringgit atau setara dengan 139 juta dolar AS.
Pihak asuransi kemungkinan akan menutupi biaya kerugian yang dialami MH17. Akan tetapi, Malaysia Airlines juga tetap harus bertanggung jawab kepada keluarga korban. MAS diperkirakan akan mengeluarkan dana segar hingga 44 juta dolar AS bagi mereka.
Pemerintah Malaysia memiliki 69 persen saham Malaysia Airlines. Sejak awal 2013, banyak investor mendesak pemerintah agar menjual sahamnya di MAS. Namun, ternyata sulit mencari pembelinya, bahkan sebelum tragedi yang terjadi pada tahun ini.
Malaysia Airline membawa 37 ribu penumpang setiap hari ke 80 daerah tujuan dengan 250 kali penerbangan. Berdasarkan data yang dirilis perusahaan, rute internasionalnya pada 16-22 Juni 2014 kebanyakan terbang ke Australia (14,3 persen), disusul Indonesia (12,1 persen), India (8,8 persen), Singapura (7,4 persen), Thailand (7,3 persen), serta Cina (6,3 persen). Sisanya sebanyak 43,9 persen tersebar ke negaranegara lainnya.
Sebenarnya lembaga penerbangan Eropa dan AS pada April lalu sudah memperingatkan seluruh maskapai penerbangan dunia agar menghindari wilayah udara Ukraina. Namun, puluhan penerbangan per hari tetap saja melintasi wilayah udara negara tersebut. Analis penerbangan menyebut mereka tak mengindahkan peringatan itu meskipun fakta ada dua pesawat Ukraina telah ditembak jatuh pada pekan-pekan terakhir sebelum musibah MH17.
"Malaysia Airlines, seperti sejumlah operator lainnya, telah terus menggunakan jalur tersebut karena menjadi rute yang lebih pendek, yang berarti mereka lebih sedikit mengeluarkan bahan bakar dan tentu menghemat pengeluaran," ungkap Norman Shanks, mantan kepala keamanan operator bandara BAA, seperti dilaporkan The Telegraph, beberapa waktu lalu.
Kebanyakan maskapai penerbangan komersial mencoba terbang dengan ketinggian di atas standar ketika melintasi wilayah Ukraina. Dengan mengambil rute yang lebih tinggi, mereka meyakini bisa menghindari serangan militer. Tepat setelah penerbangan Malaysia ditembak jatuh, Singapore Airlines dan Kazakhstan Airlines juga terbang melalui wilayah udara yang sama.
Banyak analis menilai Malaysia Airlines akan menghadapi masalah yang sangat berat dan sulit bersaing dengan maskapai lainnya karena selama ini kinerja perusahaan juga kurang menggembirakan. Dalam lima tahun terakhir saja, kondisi keuangan MAS berfluktuasi. Bahkan, pengeluaran perusahaan ternyata sejak 2009 hingga 2013 selalu lebih besar dibandingkan dengan pendapatannya, kecuali pada 2010.
Pada 2009, pendapatan perusahaan hanya 11,6 miliar ringgit, tetapi pengeluarannya 12,3 miliar ringgit. Tahun 2010 kinerja MAS lebih baik karena total pendapatan masih lebih tinggi dibanding pengeluaran. Tetapi, selisihnya juga sangat tipis karena pendapatan 13,6 miliar ringgit, sementara pengeluaran 13,5 miliar ringgit.
Tiga tahun berikutnya kinerja MAS benar-benar menyedihkan. Pada 2011 pengeluarannya sangat tinggi mencapai 16,5 miliar ringgit, sementara pendapatannya 13,9 miliar ringgit. Begitu pula pada 2012 pengeluarannya lebih besar, mencapai 14,2 miliar ringgit, sedangkan pendapatan perusahaan 13,8 miliar ringgit. Lalu, pada 2013 lalu pengeluaran masih besar, menembus 16,3 miliar ringgit, sedangkan pendapatan 15,1 miliar ringgit.
Berdasarkan data tersebut, pendapatan pada 2012 turun 1,0 persen dari 2011. Untuk mengimbanginya, perusahaan akhirnya menurunkan pengeluaran hingga 14 persen pada 2012 dari operasional 2011. Tetapi, pengeluaran perusahaan kembali melejit 15,2 persen pada 2013, tak sebanding dengan peningkatan pendapatan yang hanya 9,9 persen. Tidak optimalnya pendapatan juga berbanding lurus dengan profit perusahaan.
Bahkan, pada tiga tahun terakhir sejak 2011 hingga 2013, MAS menelan kerugian yang besar. Pada periode tersebut total kerugiannya masingmasing mencapai 2,5 miliar ringgit, 0,4 miliar ringgit, serta 1,2 miliar ringgit Malaysia. MAS mendapatkan keuntungan pada 2010 sebesar 0,24 miliar ringgit. Namun, jumlah keuntungan 2010 menurun 54,6 persen dibandingkan total profit tahun sebelumnya.
Selama ini, MAS berjuang keras agar tetap bisa bertahan dengan melakukan beragam upaya, termasuk restrukturisasi perusahaan. Salah satu strateginya adalah menggaet sebanyak mungkin penumpang. Strategi ini cukup berhasil karena load factor terbukti meningkat dari 68,8 persen pada 2009 menjadi 76,1 persen setahun kemudian. Pada 2011 load factor sedikit menurun menjadi 74,5 persen dan tak berubah hingga 2012. Namun, pada 2013 load factor MAS meningkat drastis menembus 80,6 persen.
Sayang, peningkatan load factor tersebut ternyata tak berbanding lurus dengan profit yang didapat perusahaan. Tiga tahun beruntun dari 2011 hingga 2013 MAS justru merugi besar. Bahkan, berdasarkan penilaian 15 analis seperti dipublikasikan Bloomberg, saham MAS sudah turun 35 persen pada tahun ini di bursa saham Kuala Lumpur, Malaysia.
Bahkan dikabarkan pada Juni lalu load factor MAS turun menjadi 76,8 persen sehingga total penumpangnya mencapai 1,46 juta orang. Namun, persentase jumlah kursi yang terisi di MAS pada bulan Juni tersebut masih lebih bagus ketimbang Mei yang hanya 68,9 persen.
MAS perlu kerja keras untuk menyelamatkan diri dari kebangkrutan. Jalan menuju perbaikan masih terbuka. Salah satunya dengan privatisasi yang lebih meluas. Tanpa tambahan dana segar, banyak analis pesimistis maskapai ini bisa terbang kembali ke seluruh penjuru dunia.
Sekilas Pandang Malaysia Airlines (Mas):
? 11% saham MAS anjlok usai MH17 jatuh
? 134 juta dolar AS kerugian bersih MAS pada kuartal pertama 2014
? 372 juta dolar AS kerugian 2013
? 44 juta dolar AS ditanggung MAS bagi keluarga korban MH17
? 69% saham MAS milik pemerintah
? 37 ribu penumpang setiap hari diangkut MAS
? 80 daerah tujuan MAS
? 250 kali penerbangan MAS setiap hari
? 16,3 miliar ringgit pengeluaran MAS 2013
? 15,1 miliar ringgit pendapatan MAS 2013
? 35% penurunan saham MAS pada 2014
? 76,8% load factor Juni 2014
? 80,6% load factor 2013