Jumat 18 Sep 2015 12:00 WIB

Popularitasnya 'Menyalip' Ramayana

Red:

Tak ada karya sastra yang berasal dari luar geografi bu daya Jawa yang berpengaruh sangat luas dalam kehidupan masyarakat Jawa melebihi Mahabharata. Bahkan tidak juga Ramayana, yang datang ke Tanah Jawa hampir bersamaan waktunya. Keduanya ma suk pada masa awal tradisi aksara masyarakat Jawa dimulai.

Pada perkembangannya, Mahabharata memiliki percabangan yang luas. Banyak karya sastra pada masa Jawa kuno yang ber sumber, diilhami, atau digubah berdasar peng galan-penggalan segmen dalam Ma hab harata. Di sisi lain, tak ada karya sastra ba ru yang diilhami atau bersumber dari Ra mayana. Sejarah mencatat, keduanya menapaki jalan ketenaran masing-masing, dan Mahabharata unggul di depan.

Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa merupakan karya sastra pertama yang bersumber pada Mahabharata. Dalam karya ini, Mpu Kanwa mengambil satu segmen cerita dalam Mahabharata saat Pandawa dibuang selama 12 tahun setelah kalah bermain dadu akibat dicurangi Kurawa. Karya lainnya adalah Kakawin Bhara ta yudha karya Mpu Sedah dan Mpu Panu luh dari Kerajaan Kediri pada era pemerintahan Raja Jayabaya pada tahun 1157 M.

Mpu Sedah hanya separo jalan mencerita kan kisah pertempuran Pandawa dan Kurawa memperebutkan hak waris atas Kerajaan Hastina dan Mpu Panuluh melanjutkannya. Kitab ini kemudian diyakini menjadi induk karya sastra berikutnya tentang Mahabharata dan lakon-lakon dalam dunia pewayangan.

Di samping kedua kitab ini, masih ba nyak karya sastra Jawa kuna yang bersumber pada kisah epos Mahabharata. Perpus ta kaan Nasional Republik Indonesia menyimpan sejumlah naskah yang mengandung kisahkisah yang bersumber dari Mahabha rata.

Berdasar katalog van Ronkel (1909), nas kah yang disimpan itu berjumlah 18 buah. Mengapa kepopuleran Mahabharata jauh melampaui Ramayana meskipun ke duanya sama-sama merupakan epos kepahla wanan? Ada banyak kemungkinan yang mela tarinya, menurut Karsono H Saputra, dosen Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Salah satunya, terlepas dari bahwa Ramayana lebih 'Wisnuitis', Mahabharata mempunyai lebih banyak keragaman tematik dibanding Ramayana.

"Kepahlawanan Ramayana lebih dida sari pada cinta laki-laki dan perempuan, sedang kepahlawanan dalam Mahabharata bertolak pada cinta Tanah Air dan pembelaan hak," katanya.

Selain itu, pengaluran Mahabharata lebih longgar, sehingga sangat memungkinkan bagi pengembangan cerita dalam teks-teks baru. Terbukti, banyak karya turunan yang kemudian lahir dari tangan pujangga lokal tentang penggalan kisah Mahabharata. Beda dengan Ramayana yang lebih merupakan kisah tunggal.

Karya Mahabharata juga lebih banyak diapreasiasi dalam berbagai bentuk kebudayaan materi pada masa Jawa kuno (abad ke-8 hingga 15 Masehi). Cuplikan cerita Ma habharata banyak dipahatkan sebagai relief di banyak candi, sedang kisah Ra maya na ha nya di beberapa candi saja, yang paling be sar ada di Candi Prambanan. Relief de ngan tema Mahabharata tertua ditemukan di pemandian kuno Jalatunda di lereng gu nung Penanggungan, Mojokerto. Relief ini diduga dibuat pa da masa pemerintahan Dharma wangsa Teguh dari Kerajaan Kediri.

Di mata Prof Agus Aris Munandar, guru besar Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, kekurangpopuleran Ramayana pada masa Jawa kuno salah satunya adalah karena kisahnya dianggap terlalu berbau mitos. Adanya tokoh-tokoh hewan (monyet dan burung) yang diuraikan berperilaku sama dengan manusia dan hadirnya para bidadari membuatnya seolah cerita itu ada di alam yang lain. "Ramayana juga dipandang lebih sakral karena tokoh utamanya adalah salah satu dewa Trimurti sendiri yaitu Wisnu yang menjadi Rama anak raja Ayudhya," katanya.

Selain itu, setting kisah Ramayana juga agak sukar untuk disesuaikan dengan kon disi geografis Jawadwipa, sehingga sulit un tuk 'memindahkan' kisah Ramayana ke Ta nah Jawa. "Bagi masyarakat Jawa kuno bah kan hingga sekarang, kisah Mahabharata di pan dang terjadi di Tanah Jawa, bukan di ne ge ri India yang jauh di atas angin," tambah Agus.

Pada perkembangan selanjutnya, Ma habharata juga dikemas dalam cerita pewa yang an, membuatnya kian menjadi bagian dari masyarakat Jawa berabad-abad kemudian. Masuknya pengaruh agama lain, Islam, tak menyurutkan kepopuleran epik ini. Bah kan, wayang kulit dijadikan sarana berdakwah oleh para wali, dengan memasukkan nilai-nilai Islam ke dalamnya.

Ditemukan dalam berbagai bahasa Selain di Jawa Tengah dan Jawa Timur, naskah yang diilhami cerita Mahabharata tersebar di berbagai daerah. Pengenalan huruf Palawa pada abad ke-5 memegang peranan penting dalam perkembangan sastra Nusan tara, tak terkecuali epos Mahabharata. Palawa banyak digunakan dalam penulisan prasasti, dan pengembangan huruf ini masuk ke dalam tradisi penaskahan di berbagai daerah.

Huruf Sunda kuno misalnya, mulai digunakan dalam penulisan naskah pada abad ke-16. Wawacan atau cerita panjang mulai dikenal masyarakat Sunda pada masa itu. Bentuk pupuh atau puisi dikenal kemudian seiring menyebarnya pengaruh Mataram pada abad ke-17. Berbarengan dengan itu, lakon wayang, baik Ramayana maupun Mahabharata, menjadi bagian dari cerita yang disadur ke dalam genre wawacan.

Bukti tertulis mengenai keberadaan cerita wayang ini terdapat dalam naskah Sang hyang Siksa Kandang Karesian yang selesai di tulis pada tahun 1518 M. Didalam nya dise butkan: hayang nyaho di sakweh ning ca rita ma Damarjati, Sanghyang Ba yu, Jaya se na, Sedamana, Pu Jayakar ma, Ra ma yana, Adiparwa, Korawasarma, Bi masorga, Rang ga Lawe, Boma, Sumana, Kala, Pur baka, Jarini, Tantri; sing sawatek carita ma memen tanya (Jika ingin tahu semua jenis cerita seperti Damarjati, Sang h yang Bayu, Jayasena, Sedamana, Pu Jaya karma, Ra ma yana, Adiparwa, Korawasarma, Bimasor ga, Rangga Lawe, Boma, Sumana, Kala, Pur baka, Jarini, Tantri; tanyakanlah kepada dalang). Sedikitnya, ditemukan 30 naskah tema Mahabharata berbahasa Sunda yang terdokumentasi dengan rapi hingga kini.

Naskah-naskah itu ditulis dengan berbagai huruf, antara lain cacarakan (Jawa), Pegon, Arab, dan Latin.

Ada satu naskah yang menarik terkait Mahabharata namun jalan ceritanya berbe da jauh dari Mahabharata dari India, alias sudah diadaptasi habis sesuai budaya Sunda, yaitu Wawacan Dewa Ruci. "Benar tokoh uta manya Bima, namun jalan ceritanya ber beda jauh dari kisah aslinya," kata Iskan darwassid, pemerhati budaya Sunda yang juga Ketua Program Studi Pendidikan dan Sastra Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Suryakancana Cinjur.

Naskah ini menceritakan Bima (Werko dara) yang tengah mencari kesempurnaan hidup dan masuk ke dalam jiwa Dewa Ruci. Di tengah cerita muncul tokoh bernama Ki Ba gus Laeli dan Ki Bagus Nahari yang ber ta nya jawab tentang keimanan yang harus dite rap kan untuk meraih kebahagiaan se perti yang Bima dapatkan.

Bila bahagia su dah dida pat, maka ilmu mengenai keimanan harus dia jarkan kepada sesama manusia agar bermanfaat. Juga disebutkan dalam kisah itu, Bima menyadari perbincangan kedua tokoh itu terdapat dalam surat Al-Fatihah yang bisa menuntun dirinya ke dalam kesempurnaan hidup dan kebahagiaan lahir batin.

Hal senada juga ditemukan dalam nas kah berbahasa Sasak di Pulau Lombok yang umumnya ditulis di atas daluang, daun lon tar. Misalnya dalam naskah Kotaraga ma yang menceritakan kearifan Raja Surya yang selalu berpedoman pada Alquran dan Ha dis. Dalam cerita itu digambarkan kharisma Raja Surya adalah penjelmaan Yudistira yang terkenal arif dan bijaksana.

Naskah lainnya adalah Megantaka yang di adaptasi dari kisah Mahabharata, tentang raja di wilayah Kerajaan Malaka bernama Ma gan taka. Karakternya menggambarkan tokoh Dur yodana yang lalim dalam kisah Mahabharata.

Menurut I Wayan Wirata, meski bebe rapa bernafaskan Islam, alur cerita beberapa naskah Sasak diilhami kisah Mahabharata. Cerita dalam Kotaragama, Megantaka, Hikayat Nabi Yusuf, dan Cilinaya diawali dengan munculnya konflik di antara keluarga disebabkan faktor gila kekuasaan, sifat iri, dengki, dan angkuh. "Seperti halnya epos Mahabharata, doktrin kebenaran bahwa kebajikan bukan hanya milik satu golongan dan bahwa ada banyak jalan pendekatan serta cara untuk mencapai kebenaran kare na adanya toleransi juga diungkap dalam kearufan lokal kesusastraan Sasak," katanya. Sayangnya, banyak naskah Mahabharata karya pujangga Tanah Air yang kini dimiliki pihak lain. Manuskrip Mahabharata versi Jawa kini banyak tersimpan di perpustakaan besar di Belanda dan British Museum London di Inggris.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement