Ponsel pintar telah menjadi gambaran gaya hidup (life style). Berkat persepsi baru tersebut, ragam perangkat berharga kisaran Rp 1 juta- Rp 2 juta (middle end) laris menjelang Hari Raya Idul Fitri 2014.
"Produk-produk smartphone ramai diburu karena masyarakat menginginkan teknologi smartphone yang lebih baik saat Lebaran nanti," kata Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Importir Telepon Genggam (Aspiteg) Ali Cendrawan. Untuk karakter pembeli dan produknya, dia melihat kecenderungan masyarakat perkotaan memiliki produk smartphone kelas middle-end. Sedangkan, ponsel berfitur standar (feature phone) yang hanya memiliki fitur, seperti kamera VGA, pemutar MP3 masih banyak dicari pembeli di perdesaan.
Masyarakat, menurut Ali, masih menggunakan cara lama untuk membeli smartphone, yakni dengan langsung membeli ke pusat penjualan konvensional. Alasannya, pembeli ingin melihat barangnya secara langsung, merasakan kualitasnya, dan mencoba fiturnya.
"Penjualan produk tersebut mencapai puncaknya pada pertengahan Ramadhan karena masyarakat telah memiliki dana tunjangan Hari Raya," urai Ali.
Kecenderungan membeli sejumlah produk seperti smartphone atau tablet di offline shop daripada online shop tersebut diklaim tak berlaku di situs e-commerce Berniaga.com. Sekitar 20 persen terjadi peningkatan penjualan di trafik bulan Ramadhan hingga jelang mudik Lebaran kali ini.
"Mendekati Idul Fitri ini barang yang paling banyak dicari adalah motor, kemudian smartphone, seperti Android, BlackBerry, dan lain-lain," ungkap Deputi General Manager Berniaga.com Reynazran Royono.
Ia menganalisis kondisi berbeda di situs e-commerce lainnya yang kanal smartphone-nya tak terdongkrak kala Ramadhan. Penyebabnya, kemungkinan karena kompetitornya tidak menyediakan produk second. Sehingga, harga ponsel pintar yang baru yang intervalnya mencapai 50 persen dibandingkan ponsel lama kurang terjangkau.
Reynazran mengungkapkan, kelebihan situs e-commerce yang menjual barang-barang bekas memungkinkan terjadinya interaksi antarsesama pembeli pribadi bukan dengan toko. Masyarakat pun lebih dimudahkan untuk menjual barang secara personal dan lebih cepat.
Berbeda
Di sisi lain, Director Marketing and Communications Erajaya Swasembada Djatmiko Wardoyo mengatakan, ada perbedaan mendasar antara masyarakat yang membeli perangkat telekomunikasi secara offline maupun online.
Perbedaan terletak pada preferensi brand dan tingkat kemampuan daya beli. Biasanya, orang yang membeli smartphone secara online adalah fix buyer. "Mereka ini jenis pembeli yang telah mengetahui spesifikasi, harga, maupun brand yang diinginkan," ujar Djatmiko.
Sementara itu, mereka yang membeli secara offline melalui toko-toko tradisional maupun modern adalah swing buyer. Golongan ini biasanya belum mengetahui jenis barang yang diinginkan, lalu secara acak memilih produk pada toko-toko tersebut disesuaikan dengan budget.
Pengamat telekomunikasi ini juga mengatakan, kemungkinan masyarakat akan mencari tipe ponsel pintar yang memiliki spesifikasi yang tinggi dengan harga yang murah.
Chief Marketing Officer Evercoss Janto Djojo jeli melihat peluang tersebut. Pabrikan ponsel Android lokal ini mengklaim berani menjual produk terbarunya, Elevate Y lebih miring dengan spesifikasi dan fitur yang lebih canggih. "Dilihat spefikasinya, smartphone ini harganya Rp 2,7 juta. Tapi, kami menjualnya dengan harga Rp 1,7 juta," kata Janto.
Penjualan Elevate Y secara global, diakui Janto, sudah mencapai ribuan unit dalam beberapa waktu belakangan ini. Di Jakarta Fair yang berlangsung hingga pertengahan Juli lalu, penjualannya mencapai 9.000 unit. Ia optimistis melihat raihan tadi bisa kian meningkat menjelang mudik Lebaran.
Menurut Janto, pangsa pasar kelas menengah di Indonesia, dalam hal ponsel, adalah pasar yang unik karena mereka kurang memahami sistem operasi, tapi memiliki alokasi dana yang cukup untuk membeli perangkat. "Apalagi, berdasarkan survei lembaga global IDC, penduduk Indonesia mengganti ponselnya setiap sembilan bulan sekali," paparnya.
Peluang ini tak lepas dilirik pula oleh Smartfren Telecom. Berpijak pada data sekitar 100 juta pemakai handphone di Indonesia masih menggunakan feature phone dengan harga rata-rata di bawah Rp 1 juta.
"Itulah segmentasi yang ingin kita tangkap, orang-orang tidak perlu menunggu uang Rp 2 juta - Rp 3 juta, tetapi dengan Rp 600 ribu sudah bisa internetan atau membuka Youtube," kata Deputy CEO Smartfre Djoko Tata Ibrahim.
Beragam program untuk pengguna operator Smartfren dan pemilik gadget Andromax menjelang Lebaran pun digenjot. Tahun ini, Smartfren memberikan bonus kuota sebesar 24GB setiap pembelian Andromax Z, V, U3, U2, Tab 8.0, dan seri USB Modem Rev.A CE 682. rep:indah wulandari Ed:khoirul azwar