Jumat 19 Sep 2014 12:00 WIB

Manusia Menuju Makhluk Digital

Red:

Masih ingat dengan film Her yang baru saja diputar awal tahun ini? Film yang diperankan oleh Joaquin Phoenix sebagai Theodore ini menceritakan seorang penulis penyendiri yang memiliki kekasih virtual.

Setelah bercerai dari istrinya, ia membeli sebuah sistem operasi OS1 untuk komputernya. Aplikasi ini kemudian memperkenalkannya pada Samantha (Scarlett Johansson).

Samantha muncul dalam bentuk suara perempuan. Ia dirancang untuk memenuhi kebutuhan penggunanya, mulai dari pengingat agenda sampai teman bicara. Mereka bisa berkomunikasi dengan lancar, bahkan seperti pasangan kekasih yang sedang berbicara di telepon.

Film Her memang mengisahkan tentang masa depan. Latarnya adalah Los Angeles pada 2025. Pada masa itu diceritakan teknologi berkembang dengan canggih. Semua gadget bisa dioperasikan hanya dengan perintah suara.

Tontonan ini seakan menunjukkan betapa teknologi nantinya menghubungkan, tapi juga mengisolasi. Bahkan, beberapa fenomena seperti di film ini sudah muncul di Jepang dan Korea melalui sistem yang menyerupai pacar virtual.

Pengamat teknologi informasi ICT Institute Heru Sutadi menilai, saat ini ketergantungan manusia terhadap gadget, terutama internet semakin tinggi. Pada masa depan, ketergantungan itu akan membawa pada beberapa perubahan sikap dalam diri manusia. Saat ini pun sudah terlihat pengguna gadget mengarah pada sikap individualis.

Mereka kini lebih tidak peduli pada lingkungan. "Ketawa sendiri, bahkan sampai ada istilah 'autis'," ujarnya, pekan lalu.

Lebih jauh lagi, kecenderungan ini, kata dia, bisa mengarah pada perselisihan. Hal ini diawali dengan kesenjangan antara wilayah maju dan terbelakang, termasuk antara si kaya dan si miskin. Masyarakat yang tidak mendapat akses kemajuan akan merasa terkucilkan. "Akan muncul kecemburuan sosial karena merasa tidak terpenuhi kebutuhannya."

Bahkan, dengan munculnya beberapa search engine, seperti Google, pada masa depan, ia melihat manusia bisa jadi tidak butuh kuliah untuk bisa pintar. Manusia akan semakin bergantung dengan pencarian info secara online. Pasalnya, dengan perangkat itu, segala macam informasi bisa diperoleh dengan mudah dan cepat.

Prami Rachmiadi, cauntry agency lead Google Indonesia, mengungkapkan, Google hanya butuh 1/8 detik untuk mengumpulkan informasi. "Bahkan, lebih cepat dari kedipan mata," katanya dalam acara peluncuran Google App di Jakarta, pekan lalu.

Ia menuturkan, pengguna Indonesia dapat bertanya pada Google soal banyak hal, mulai dari  jalan, tips, resep, bahkan tugas matematika. Hal itu cukup dengan bertanya setelah mengeklik ikon mikrofon di kotak penelurusan atau hanya dengan mengucapkan 'Ok Google'.

"Anda cukup bertanya dalam bahasa Indonesia dan dapatkan jawaban instan dan berbagai tautan ke info terkait yang Anda butuhkan," paparnya.

Penggunaan search voice ini bakal semakin membuat pengguna leluasa. Hal ini sangat bermanfaat ketika sedang berkendara dengan mobil atau motor atau juga saat berolahraga.

Head of Communication Google Indonesia and The Great Mekong Amy Kunrojpanya menambahkan, ketika seluruh aplikasi dari Google digabungkan, seakan semua pertanyaan bisa terjawab lewat kanal ini. Dalam mode bahasa Inggris, ia pun menunjukkan Google dapat menjawab pertanyaan, seperti "Apa saya butuh payung hari ini?" atau "Hari ini saya meeting di mana?"

"Google mengerti apa yang kalian tanyakan, tidak seperti robot hanya semacam percakapan biasa. Google sudah seperti teman, asisten, dan sebagainya," tuturnya.

Ia mengungkap bahwa Indonesia adalah pasar penting bagi Google. Search voice dalam bahasa Indonesia saat ini sedang menuju perkembangan yang signifikan.

Aktif berjejaring sosial

Baru-baru ini, WeAreSocial Singapore merilis survei yang berjudul Global Digital Statistic Januari 2014. Survei ini menunjukkan ada 2,5 miliar pengguna internet di dunia. Dari jumlah itu, sebanyak 1,86 miliar merupakan pengguna aktif media sosial.

Di Indonesia, pengakses internet melalui gadget sebesar 14 persen dari jumlah populasi penduduk, sekitar 250 juta lebih. Mereka rata-rata mengakses internet selama 2,5 jam per hari melalui gadget. Sedangkan, melalui PC selama 5,5 jam.

Guna pengakses media sosial, tercatat 25 persen pengguna menghabiskan waktu 2,9 jam untuk berinteraksi. "Ada negara yang tidak begitu menyukai jejaring sosial karena alasan privasi, Indonesia unik, di sosmed, semua bisa diceritakan," kata Heru.

Di Jepang, banyak masyarakatnya yang memilih tidak menikah. Mereka akhirnya menciptakan semacam pacar virtual untuk memenuhi kebutuhannya bersosialisasi. Selain itu, di beberapa negara memang budayanya individualistis, tidak seperti Indonesia. rep:c69 ed:khoirul azwar

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement