Selasa 10 Jun 2014 14:00 WIB

Jagoan dari Indramayu

Red:

Kamis (5/6), Bentara Budaya Jakarta (BBJ) punya hajat unik bertema “Daulat Para Jagoan”. Sejumlah seni yang hendak ditampilkan, termasuk drama tari dan lukisan kaca, disebut-sebut hanya dipasang sebagai pendamping. Hadirin, termasuk wartawan, datang membawa rasa penasaran.

Rupanya, kegiatan tersebut mengetengahkan isu soal kultur dan perjuangan petani. Sebuah komunitas petani padi asal Indramayu, Jawa Barat, Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) diboyong ke Jakarta untuk berbagi cerita.

Menurut Direktur BBJ Hariadi Saptono, pihaknya terkesan dengan keberhasilan kelompok petani tersebut dalam mengelola pertanian secara mandiri, termasuk menciptaan pestisida alami, pupuk alami, serta penemuan berbagai varietas benih baru.

Hadir mewakili teman-teman mereka di desa, enam orang petani diminta tampil ke atas penggung. Pentolan mereka adalah Warsyiah, lelaki 57 tahun, asal Desa Kalensari, Kecamatan Widasari, Kabupaten Indramayu. Pria yang hanya tamat sekolah dasar tersebut menjadi salah satu motor dalam menggalang gerakan pertanian mandiri di lingkungan Kabupaten Indramayu dan sekitarnya.

Bermodal pengetahuan sekadarnya yang didapat dari program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Tanaman (SLPHT) yang diselenggarakan Bappenas pada 1990-an, Warsiyah dan sejumlah kawan alumni program tersebut dengan tekun melakukan berbagai penelitian soal tanam-menanam padi.

Sekitar periode 1998, keberhasilan mereka meramu kecubung, kencing sapi, dan kambing untuk obat semprot, serta limbah buah-sayur dan kotoran sapi untuk pupuk, menguatkan kepercayaan diri mereka untuk melakukan lebih banyak percobaan. Berbagai bahan lain semakin banyak ditemukan untuk menciptakan bermacam pestisida juga pupuk yang ampuh. Hal itu membuat mereka berhasil meninggalkan sama sekali pestisida dan pupuk kimia.

Pada 2002 Warsiyah dan 40-an anggota IPPHTI Indramayu mendapat kesempatan mengikuti Sekolah Pemuliaan Tanaman Parsitipatoris (SPTP). Program ini difasilitasi LSM internasional, Farmer’s Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (Field).

Dari sana Warsiyah dan rekan-rekan mendapat pengetahuan soal silang-menyilang padi untuk menemukan varietas baru. Sejak saat itu. mereka berhasil memproduksi varietas padi baru, bahkan menemukan kembali jenis-jenis padi lokal yang banyak dilupakan.

Dengan tulus, para petani tersebut menyebarkan ilmu bertani kepada sesama petani, tanpa pernah menuruti nafsu serakah untuk menguangkan hasil-hasil penemuan mereka. Dalam perjalanannya, perjuangan menegakkan kemandirian kultur bertani yang digalakkan Warsiyah dan rekan-rekan tidaklah mudah.

Para bandar pestisida, pupuk, dan benih menjadi penentang yang hebat bagi gerakan mereka. Alih-alih membela, pemerintah setempat tak jarang malah menjadi agen-agen perusahaan sarana produksi pertanian yang turut menekan mereka. Tapi, Warsiyah dan rekan-rekannya tetap teguh di jalan mereka mendukung upaya kemandirian bertani lewat cara yang sederhana.

Keberhasilan komunitas petani tersebut dalam membangun kultur pertanian mandiri mendapat apresiasi dari Organisasi Pangan Dunia (FAO) PBB. FAO menganggap IPPHTI sebagai salah satu kelompok petani yang berhasil mengembangkan paradigma petani baru yang siap mengantisipasi perubahan iklim dan pemanasan global.

Karena kesungguhannya, Warsyiah yang dianggap paling cakap di antara kelompok lainnya, mulai November tahun lalu terpilih menjadi salah satu penyuluh pertanian FAO. Warsiyah kini mengemban misi mendidik para petani di berbagai daerah untuk beralih pada model pertanian yang aman dan ramah lingkungan. Kelompok-kelompok binaan Warsiyah yang berjumlah 25-27 orang tersebar di berbagai desa di Indramayu, bahkan hingga ke luar kota. rep:c54  ed: dewi mardiani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement