SEMANAN — Sepuluh hari jelang Ramadhan, para perajin tempe bersiap menghadapi penurunan omzet. Sebab, mereka berencana menurunkan jumlah produksi selama Ramadhan hingga Idul Fitri.
Menurut Kepala Koperasi Pengusaha Tempe Tahu Jakarta Barat, Suharto, penurunan produksi dilakukan lantaran mereka memprediksi selama Ramadhan hingga Idul Fitri bakal sepi permintaan. "Bulan puasa kami sudah biasa menghadapi turun omzet. Kalau biasanya kami dalam sehari bisa dapat Rp 600 ribu per hari, bulan puasa dan menjelang Lebaran bisa kurang," kata Suharto, Selasa (17/6).
Suharto menjelaskan, biasanya minat konsumen terhadap makanan berubah menjadi lebih mewah selama Ramadhan. "Kalau biasa makan tempe, pada bulan puasa mereka cenderung beralih ke ayam atau daging. Jadi, lebih mewah lagi. Sudah lumrahnya mungkin ya, kalau buka puasa orang nyarinya makanan enak," ujar Suharto.
Meski demikian, ia menegaskan stok bahan baku kedelai aman. "Untuk stok, importir bilang aman. Walaupun, kami juga tidak tahu-menahu tentang bahan baku ini. Semua dipegang importir. Pemerintah pun saya yakin tak tahu juga tentang stok kedelai. Bohong kalau pemerintah tahu-menahu tentang stok," katanya.
Harga kedelai di tingkat perajin saat ini Rp 7.800 per kilogram untuk yang terendah, Rp 8.300 harga medium, dan Rp 8.500 per kg untuk harga tertinggi. Untuk menyiasati ancaman penurunan produksi, para perajin tempe tahu berencana akan mengurangi ukuran produksi tempe dan tahu.
"Kalau kami ubah harga, tidak mungkin. Jadi, untuk mengakali harga yang fluktuatif dan produksi yang turun, kami kurangi ukurannya. Tapi, ini kami masih lihat-lihat dulu bagaimana keadaan nanti," ujar Suharto.
Seorang perajin tempe, Rasmuna, mengakui produksinya berkurang. "Kalau saya selain pasar sepi, juga karena kendala produksi, seperti mesin rusak," kata Rasmuna. rep:c85 ed: karta raharja ucu