Kisah di atas adalah sebagian alur dalam pentas wayang orang dengan lakon "Kongso Adu Jago". Pementasan ini diprakarsai oleh Wayang Orang Remaja dalam Sanggar Bharata dalam rangka memeringati ulang tahun mereka yang ke-42.
Wayang Orang Bharata adalah satu-satunya grup pementasan wayang orang yang bertahan di Jakarta. Berdiri pada 1972, hingga kini, personelnya masih terus bertahan untuk melestarikan salah satu kesenian luhur ini.
Konon, Bharata ini adalah singkatan dari kata bhawa (gerak), rasa, dan tala (irama). Ekspresi gerak dengan penghayatan rasa yang diiringi dengan gamelan dijadikan media ungkap untuk menghantarkan tontonan yang mengandung tuntunan.
Wayang Orang Bharata kini telah memiliki total tujuh generasi yang menghidupinya. "Generasi di sini bukan diartikan sebagai urutan kekerabatan atau geneologis seperti bapak, anak, dan cucu. Namun, pengertian generasi lebih kepada identitas kekaryaan dan kesenimanan," jelas Teguh 'Kenthus' Ampitanto selaku senior WOB generasi ketiga.
Setiap satu dekade, masih menurut Kenthus, lahir generasi baru Bharata yang memiliki kreativitas yang jenial untuk mewarnai Bharata dalam sebuah karya. "Anut jaman kelakone", mereka selalu menyesuaikan dengan dinamika dan perkembangan budaya. Patah tumbuh hilang berganti. "Di pundak merekalah eksistensi Bharata tetap akan terjaga," lanjut Kenthus.
Salah seorang anggota Wayang Orang Remaja, Rani, mengatakan, "Saya sekarang berada di Bharata karena ada rasa memiliki. Kakek saya dulu pemain Bharata, ayah saya juga. Jadi, ada ikatan kuat antara diri saya dan Bharata."
Dari hasil keluarganya bermain wayang, Rani berhasil kuliah. Dia mengisahkan, ayahnya pernah bilang padanya, "Ini loh Bharata. Ayah nyari uang di sini. Sampai bisa kuliahin kamu." Karena itulah, Rani merasa bahwa Wayang Orang Bharata berjasa besar bagi kehidupannya.
Sampai kini, Wayang Orang Bharata masih rutin menggelar pertunjukan di gedungnya, Gedung Wayang Orang Bharata, Jalan Kalilio 15, Jakarta Pusat, tidak jauh dari Terminal Senen. Pertunjukan diadakan setiap Sabtu mulai pukul 20.00 WIB.
Tongkat estafet memang sudah seharusnya terus bergulir. Tidak jatuh tergeletak di atas trek pertandingan. "Ini adalah panggilan jiwa kami untuk melanjutkan perjuangan para senior. Kalau bukan kami, siapa lagi/" kata Galih Rangga sang ketua panitia. Tekad tersebut sudah sepantasnya kita dukung untuk melanggengkan warisan luhur bangsa sendiri. rep:c85 ed: dewi mardiani