Warga kedaung wetan dan kedaung baru kini tidak bisa lagi menikmati air bersih dari tanah mereka. Air yang dulu bersih dan layak konsumsi sekarang tinggal kenangan. Kesegaran air bersih itu kini tercemar setelah didirikannya tempat pembuangan akhir atau TPA sampah Rawa Kucing, Kelurahan Sewan, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten.
Hal tersebut diungkapkan Saadah (35 tahun), seorang warga kedaung wetan RT 05/04. Ia mengatakan, air tanah di rumahnya tidak lagi bisa digunakan. "Airnya kuning, sudah enggak bisa diminum lagi. Sudah lama," katanya saat ditemui di rumahnya yang dekat dengan TPA Rawa Kucing, Senin (21/7).
Karena kondisi airnya begitu, Saadah pun harus menggunakan air dari PDAM untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Itu pun kalau hujan airnya kurang bagus. Kalau tidak dapat air dari PDAM maka dia bisa membeli air dari tukang air keliling.
Sama halnya dengan Saadah, Nian (30), seorang warga Kedaung Baru RT 05/03 mengeluhkan penurunana kualitas air di tempat tinggalnya. "Airnya bau amis, warnanya kuning. Saya aja kalau mandi itu kadang tutup hidung," kata Nian.
Nian bercerita, warga di sekitarnya mengalami krisis air bersih sejak adanya TPA tersebut. Kini, setiap hari mereka harus membeli air untuk kebutuhan konsumsi. "Harganya Rp 3.000 satu jeriken. Sehari bisa beli tiga jeriken," tuturnya.
Untuk mandi dan buang air pun dia harus mengantre. Karena, memang fasilitas MCK di wilayahnya sangat minim. Bahkan, untuk menghemat dana dia sering memanfaatkan sawah untuk kebutuhannya tersebut. "Bodo amat saya mah. Orang-orang juga pada buang hajat di situ," katanya.
Dikatakannya, sebelum ada TPA itu, air di sekitar tempat tinggalnya sangat bersih. Tapi, kini hal itu hanya angan-angan saja. Malah, dia mengaku, harus pindah rumah dari yang sebelumnya di Kedaung Wetan ke Kedaung Baru. Dengan harapan, dia bisa mendapatkan air lebih baik. Tapi, ternyata malah sama saja. Kualitas air di Kedaung Baru tidak jauh berbeda kondisinya.
Kondisi tersebut diakui juga Ketua RT 05/03 Edy Chandra (55). Dari perkiraannya, pencemaran itu berlangsung sejak bertahun-tahun lalu, yaitu mulai ketika TPA tersebut didirikan pada 1992. "Ini udah berlangsung hampir 17 tahun, Mas. Dari pertama kali TPA didirikan, lima tahun setelah itu air tanah kita mulai jelek," kata dia di kediamannya di Kedaung Wetan.
Edy mengatakan, semenjak saat itu warga tidak lagi bisa memanfaatkan air tanah mereka karena kualitas air yang buruk. "Kalau buat nyuci seragam anak-anak sekolah kan jadi kuning," katanya. Bahkan, kata dia, kalau mandi dengan air tanah, kulit jadi gatal-gatal.
Hingga saat ini, belum ada upaya penanggulangan lingkungan dari pemerintah kota terkait permasalahan ini. Bahkan, tanggung jawab terhadap warga untuk memberikan kompensasi pun tidak ada. "Dulu, pernah waktu awal mau dibangun, kita dikasih bingkisan sama Wali Kota. Setelah itu udah enggak ada apa-apa lagi," tuturnya yang memimpin 46 kepala keluarga (KK) di sana.
Berdasarkan penelusuran di lapangan, Kedaung Wetan dan Kedaung Baru mengalami krisis air bersih. Air dari PDAM hanya mengaliri tidak lebih dari 10 rumah dari 46 KK. Padahal, Edy mengatakan, warganya sudah dijanjikan air bersih PDAM. Tapi, sampai kini belum terealisasi.
Warga saat ini mengandalkan air bersih dengan membeli kepada salah seorang yang mempunyai air yang diolah dengan menggunakan obat, sehingga menjadi bersih. "Kalau kita, enggak masalah walaupun harus beli. Yang penting, kita bisa punya air bersih," ujar Edy. rep:c80 ed: dewi mardiani