BALAI KOTA — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang taksi mewah tidak berizin (Uber) beroperasi di Ibu Kota. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai Uber sama saja seperti angkutan gelap karena nama perusahaannya tidak jelas.
Pria yang sehari-hari akrab disapa Ahok ini berpendapat, keberadaan Uber meresahkan dan merugikan angkutan taksi legal di Jakarta. "Kalau mau taat UU, itu (taksi) harus disetop. Gak adil untuk perusahaan taksi yang bayar pajak," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Selasa (19/8).
"Kalau pakai asas keadilan," kata dia melanjutkan, "apa mau bikin semua taksi ini bangkrut?"
Tidak jelasnya kepemilikan layanan Uber membuat Ahok khawatir bakal berdampak kepada masyarakat pengguna angkutan mewah itu. Karena, masih kata Ahok, tidak ada jaminan keamanan dan keselamatan yang diberikan kepada masyarakat dari pengelola Uber.
Alhasil, pelayanan Uber bakal sulit diawasi. Kondisi itu, menurut Ahok, berbeda dengan taksi yang sudah memiliki izin resmi.
"Kalo terjadi sesuatu yang enggak diharapkan, tanggung jawab siapa kalau kamu dirugikan? Kamu bisa lacak gak? Kantornya enggak jelas, gak ada SIUP (surat izin usaha perdagangan)," keluh mantan bupati Belitung Timur tersebut.
Jika pengelola Uber ingin tetap melanjutkan bisnisnya, Ahok menyarankan agar segera mengurus izin operasional sesuai prosedur yang berlaku. Sebab, jika tidak segera mengurus izin, Pemprov DKI akan tegas melarang Uber beroperasi di Jakarta.
"Kalau mau usaha di Indonesia ya mesti bayar pajak, kalau enggak ya melanggar peraturan juga melarikan pajak juga. Mesti tangkep kalau ada mobil-mobil seperti itu. Gampang tangkapnya, jebak saja, tinggal install aplikasi, pesen," ujar pria kelahiran Manggar, Belitung Timur, 48 tahun silam tersebut.
Jasa Uber yang beroperasi di kawasan SCBD, Sudirman, dan Kuningan itu hingga kini tidak memiliki izin. Mobil-mobil yang disediakan memang tergolong mewah, seperti Toyota Camry, Alphard, hingga Mercedes-Benz S-Class.
Senada dengan Ahok, Kepala Dinas Perhubungan DKI Muhammad Akbar juga menyatakan keberadaan Uber meresahkan angkutan umum.
Menurut Akbar, meski secara fisik Uber tidak seperti angkutan umum, secara pelayanan Uber masuk kategori angkutan umum karena ada transaksi pembayaran. "Keberadaan mereka (Uber) itu justru bisa mengganggu keberlangsungan angkutan umum yang resmi dan memiliki izin. Jadi, harus dihapus itu," kata Akbar.
Sejumlah sopir taksi yang ditemui Republika mengaku belum mengetahui beroperasinya jasa layanan Uber. Muhammad Amin (30), pengemudi taksi yang biasa beroperasi di wilayah Jakarta Pusat, setuju jika Pemprov DKI melarang jasa mobil mewah itu dilanjutkan. "Rezeki memang sudah ada yang atur sih, tapi kalau begitu semua, bisa bangkrut nanti sopir kayak kami, kalau ada yang seperti itu," kata Amin.
Layanan pemesanan Uber dapat diakses masyarakat melalui aplikasi di perangkat smartphone. Tarif yang diberlakukannya pun tak jauh berbeda dengan taksi legal lainnya. Karena itu, Akbar mengungkapkan, saat ini Dinas Perhubungan sedang berusaha menutup situs dan aplikasi pemesanan Uber.
Jasa Uber yang mulai beroperasi sejak Rabu (13/8) itu juga pernah meresahkan serikat angkutan taksi di beberapa kota di dunia. Bahkan, keberadaan jasa mobil asal Amerika Serikat tersebut juga sempat menimbulkan gejolak demonstrasi serikat pengemudi taksi di London, Inggris, dan Milan, Italia, pada Juni. rep:c63 ed: karta raharja ucu