Puluhan ribu liter oli bekas ditampung di dalam tangki di penampungan dan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Penampungan limbah B3 itu akhirnya terbongkar karena tidak memiliki izin.
Penampungan yang sudah berjalan selama satu tahun itu dibongkar Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Subdid III Sumber Daya Lingkungan Hidup (Sumdaling) Polda Metro Jaya. "Modus mereka dengan membeli oli bekas dari kapal laut ditampung di tangki. Lalu, dijual ke pabrik di Jakarta, Bogor, dan Sukabumi untuk bahan bakar tungku atau perapian proses produksi," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto di Marunda, Jakarta Utara, Selasa (19/8).
Rikwanto mengatakan, sebelum menjadi tempat penampungan oli bekas, tanah seluas satu hektare itu disewa untuk tempat parkir kontainer. "(Tanah ini) penyewanya berganti-ganti, dulu pernah untuk tempat limbah, lalu parkiran kontainer. Yang terakhir jadi penampung oli bekas. Mereka sudah beroperasi selama delapan-12 bulan terakhir," kata Rikwanto.
Dari bisnis ilegal itu, pelaku meraup omzet hingga Rp 300 juta per bulan. "Omzet sebulannya Rp 50 juta. Di sini kan ada lima perusahaan, jadi total bisa sampai Rp 250 juta-Rp 300 juta," ujar Rikwanto.
Kasubdit III Sumdaling AKBP Adi Vivid mengatakan, "Kelima pengelola ini ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 102, Pasal 109 UU RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup," kata Adi.
Para tersangka juga terjerat Pasal 59 Ayat 4 mengenai izin sesuai kewenangan, Pasal 36 Ayat 1 wajib memiliki amdal, dan izin lingkungan. "Ancaman hukuman di atas satu tahun dan denda di atas Rp 1 miliar, paling banyak Rp 3 miliar," ucap dia.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Daerah Jakarta Utara Mudarisin di Marunda mengatakan, penampungan oli bekas sebenarnya boleh, hanya harus ada izin dan analisis dampak lingkungan (amdal).
"Seharusnya, lantainya dilapisi beton (supaya) jika ada tumpahan limbah oli bekas, tidak langsung menyerap ke tanah, jadi bisa merusak air tanah," ujar Mudarisin. Sesuai dengan amdal, seharusnya tempat penampungan limbah oli bekas berpagar beton tinggi, termasuk juga lantainya dilapisi beton.
Pada tempat penampungan tersebut, ada lima perusahaan yang mengelola dan menampung oli bekas dari kapal-kapal yang beroperasi di Tanjung Priok. Kelima perusahaan tersebut, yaitu PT HB yang dikelola oleh MB, PT PM dikelola oleh AB alias WW, dan PT GB dikelola oleh P. Lalu, PT BS dikelola oleh AS dan PT JY yang dikelola oleh S.
Tempat penampungan itu berupa sebidang tanah seluas sekitar satu hektare area. Di dalamnya terparkir beberapa kontainer, drum, dan tangki-tangki penampung oli bekas.
Rikwanto menjelaskan, hasil dari laboratorium Mabes Polri dan saksi ahli Subdit limbah B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup, oli bekas dinyatakan tidak memenuhi standar keamanan. Barang bukti yang berhasil disita dari lokasi, antara lain, sembilan tangki penyimpanan berkapasitas 16 ribu liter, 11 kontainer berkapasitas 48 ribu liter, empat mesin pompa, satu mobil truk untuk mobilitas, 25 drum bekas, dan oli bekas beracun sekitar 190 ribu liter. rep:c70 ed: karta raharja ucu