SEMANGGI — Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Dwi Priyatno menampik tuduhan jika kepolisian menyiapkan sniper di sekitar gedung Mahkamah Konstitusi (MK) saat pengumuman gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden pada 21 Agustus.
"Gak ada soal sniper. Kita juga gak pakai peluru karet, itu tindakan level enam, (tindakan) hanya sampai level lima, yaitu water cannon dan gas air mata," kata Dwi di Mapolda Metro Jaya, Kamis (28/8).
Foto:Yasin Habibi/Republika
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Dwi Priyatno (kanan), bersama Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol.Sudjarno.
Ia menjelaskan, sesuai standar peraturan, mulai dari level satu sampai enam, yaitu dimulai dari kehadiran polisi, penyampaian oral, peringatan sebanyak dua kali, gas air mata atau borgol, dan terakhir, laras licin untuk melumpuhkan.
Lebih dari 5.000 massa pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa datang menggelar demonstrasi. Polisi pun terpaksa membubarkan karena massa cenderung melakukan tindakan anarkistis.
Saat itu, ada sejumlah massa yang menggunakan peralatan, seperti sepatu bot dan mobil Unimog untuk merusak pagar barrier yang dipasang untuk mengamankan ring tiga.
"Mungkin ada perencanaan. Waktu pertama saya datang ke sana, kita imbau agar tidak merusak, mereka usahakan lagi. Bahkan, nego Kapolres Pusat (Jakarta Pusat) sampai tiga kali tak dihiraukan," tutur Dwi.
Ia berprinsip jangan sampai para pengunjuk rasa masuk dalam batas aman wilayah MK yang merupakan simbol negara. Massa akan lebih sulit untuk dikendalikan jika sudah melewati batas pengamanan ring tiga. "Mereka (para pengunjuk rasa) gak terkoordinasi dengan baik," ujar Dwi. rep:c70 ed: karta raharja ucu