Pertunjukan teater bertajuk "Roman Made in Bali" yang digelar pada 12-13 September sanggup memberikan gambaran lain tentang dunia teater. Taman Ismail Marzuki menjadi saksi bagaimana gelak tawa bisa disandingkan dengan pesan serius tentang "penolakan reklamasi Teluk Benoa" di Bali.
Butet Kertaredjasa sang penggagas acara ini sengaja mengumpulkan para seniman dari berbagai keahlian untuk turut meramaikan pementasan ini. Dari Cak Lontong yang jago melawak, sampai Heny Janawati sang penyanyi opera yang sudah mendunia.
Butet mengatakan, adalah berkah bagi Indonesia memiliki Bali yang tidak hanya memiliki alam indah untuk pariwisata, tetapi juga memiliki para seniman yang begitu tekun mengembangkan diri. Bagaimana kesenian Bali terus tumbuh dan berkembang dari yang tradisi sampai bentuk bentuk yang kontemporer, lanjutnya, akan muncul dalam pementasan ini. "Seniman seniman Bali membuktikan, betapa kesenian itu denyut yang terus hidup, dikembangkan, kreasikan, bukan hanya untuk konsumsi turisme semata," ujar penggagas Indonesia Kita ini.
Nyaris senada, Putu Fajar Arcana yang menjadi bagian tim kreatif pagelaran ini beranggapan bahwa saat ini Bali sedang berada pada "puncak arsitektur kebudayaan Bali". Baginya, banyaknya seniman asli Bali yang kini berkiprah di ranah nasional dan internasional adalah hasil pengembangan kreativitas dari generasi lama ke generasi baru.
"Munculnya fenomena I Wayan Balawan, Ayu Laksmi, Heny Janawaty, I Made Sidia, dan Cak Kobagi menandai satu masa di mana Bali menuju puncak sinergi antara kebudayaan populer dan tradisi," jelas Putu Fajar. Baginya, inilah masa-masa ketika air perasan kultur tradisi itu merembes dan memberi warna yang sublim ke dalam penghayatan hidup manusia Bali masa kini.
Baik Balawan, Ayu, dan Heny muncul dari ranah kebudayaan pop yang terpengaruh besar kebudayaan barat. Balawan adalah musisi jazz yang top. Ayu adalah rocker wanita dan Heny adalah penyanyi opera yang "barat" sekali. Ketiganya kemudian kini sedang berjuang untuk kembali ke akar budaya mereka. Masing-masing kini mencampur selera musik mereka dengan tradisi asal mereka.
Selain mereka bertiga, pertunjukan "Roman Made in Bali" ini juga menghadirkan I Made Sidia yang meleburkan teknologi dan seni visual ke dalam pementasan wayangnya. Belum lagi, Kobagi yang berawal dari kesenian cak dan kini mengembangkan koreografinya dengan gerakan gerakan yang lebih ekspresif.
rep:c85 ed: dewi mardiani