Senin 15 Sep 2014 13:30 WIB

Seni Betawi Nggak Boleh Mati

Red:

Lebaran Betawi yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS) di Lapangan Monumen Nasional (Monas), baru saja usai. Sejumlah stan di festival budaya Betawi yang selama 13-14 September ini pun sudah dikemasi seiring ditutupnya pesta adat itu oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Namun, saat petang mulai datang, masih ada satu panggung kecil yang masih dikerumuni pengunjung. Meski petang, sinar matahari masih menyengat. Tapi, sejumlah penonton masih asyik menikmati suguhan yang ditampilkan di stan tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Raisan Al Farisi

Suasana pengunjung lebaran betawi yang diadakan di Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (13/9).

"Ini lenong," kata seorang penonton saat didekati Republika.

Stan itu menampilkan Topeng Betawi Sinoray. Di atas panggung, beberapa pemain musik tradisional lengkap dengan pakaian adat Betawi berwarna hijau sibuk mengiringi para pemain lenong.

Seorang penari perempuan dengan hiasan penutup kepala berwarna-warni keluar dari belakang panggung. Rumbai-rumbai di depan keningnya bergoyang setiap ia menengokkan kepala sambil meliukkan pinggul mengikuti irama musik. "Saya mau ngibing," kata dia.

Tak lama seorang pria datang menemani penari perempuan itu ngibing. Pria itu memakai kaus bergaris dan topi rajut yang biasa dipakai bayi.

Sinar matahari mulai meredup, tapi panasnya masih terasa. Dan, bintang yang ditunggu-tunggu tiba. Mpok Nori, aktris asli Betawi yang biasa wara-wiri di televisi naik ke atas panggung.

"Itu ada Mpok Nori," kata seorang penonton sambil meminta anaknya menyelip ke depan agar dapat melihat sosok pelawak kawakan ini. Sayang sekali, si anak tampak malas-malasan.

Pertunjukan lenong yang menjadi salah satu jagoan budaya Betawi kini sudah jarang dilihat. Padahal, tidak sedikit warga Jakarta yang merindukan kesenian tradisional itu.

Gerak tubuh, dandanan, hentakan-hentakan musik, serta tutur kata yang ceplas-ceplos mengundang gelak tawa para penonton. Winda, cucu Mpok Nori yang juga aktif di pertunjukan Topeng Betawi Sinoray, mengatakan, relanya warga berpanas-panasan menyaksikan mereka berakting, menjadi bukti budaya Betawi masih melekat di hati masyarakat.

"Mungkin, di daerahnya jarang ada ginian, jarang nanggap. Jarang dikembangin. Terus, mungkin juga karena Mak Haji (Mpok Nori) udah ada nama," kata dia.

Winda menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan untuk melestarikan budaya Betawi. Salah satunya, dengan mendirikan sanggar tari-tarian Betawi.

Peminat sanggar ini cukup banyak, mulai dari tingkat SMP hingga SMA. Sayangnya, belum ada sanggar khusus untuk melestarikan budaya melawak atau lenong Betawi.

Ia merawikan, beberapa waktu lalu ia sempat hadir dalam sebuah pertunjukkan di dua sekolah. Umumnya, para siswa di sana lebih mengenal lagu-lagu dangdut ketimbang lagu tradisional Betawi.

Namun, ketika ia menghadirkan kesenian tersebut, banyak anak yang antusias untuk mendengarkan dan menyanyi bersama. Winda berpesan agar budaya asli Betawi, seperti topeng dan lenong tidak dilupakan.

Ia juga menekankan pentingnya peran orang tua dalam mendukung generasi muda Betawi agar melestarikan budaya ini. "Kalau ada anaknya bakat nari, diikutin sanggar. Walau bukan dari Betawi, didukung saja. Kadang, ada anaknya suka nari nggak dibolehin. Harusnya, ya didukung saja," kata Winda.

Tak hanya warga asli Betawi yang tertarik menyaksikan seni Lenong. Ringgit, misalnya. Warga asli Cirebon yang tinggal di Rawabelong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, berharap, kesenian daerah tidak hilang ditelan zaman.

"Jangan pakaian seronok yang dilestariin. Kayak gini kan sopan-sopan pakaiannya," kata Ringgit. "Jangan kebarat-baratan."

Di atas panggung, Mpok Nori pun menyampaikan pesannya kepada para penonton. Ia berharap, budaya Betawi tetap lestari.

"Kalau bukan kita, siapa lagi yang melestarikan budaya ini. Jangan sampai punah, jangan sampai hilang. Kayak saya, saya boleh tua, boleh mati, tapi seni gak boleh tua, gak boleh ilang, gak boleh mati," kata dia. rep:c92 ed: karta raharja ucu

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement