Senin 22 Sep 2014 16:30 WIB

Menyesap Minuman Khas Betawi

Red:

"Pletok.. pletok.. pletok. Begitu bunyinya kalau disajikan pakai bambu, terus dikocok-kocok pakai es batu." Wanita berkerudung merah jambu itu tampak sibuk mengaduk ramuan andalannya; rebusan jahe tua, secang, serai, daun pandan, merica hitam, dan kayu manis.

Dua buah kompor gas menyala dengan api besar, masing-masing untuk merebus rempah dan air. "Nanti rebusan bahan-bahan dicampur lagi dengan air matang," lanjut wanita itu sambil menunggu rebusan matang, tiga jam lamanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Raisan Al Farisi/Republika

Di belakang wanita itu ada empat orang laki-laki usia awal 20-an yang ikut memadati teras belakang rumah yang disulap menjadi dapur sederhana. Mereka masing-masing punya tugas. Seorang membantu merebus bahan, seorang menyiapkan peralatan masak, seorang bertugas menuang ramuan yang sudah matang, dan seorang merapikan botol-botol yang siap dijual.

Suasana di sudut rumah di kawasan Setu Babakan, Jakarta Selatan, sore itu tak ubahnya sebuah pabrik mini. Aroma jahe dan kayu manis menyeruak masuk ke rongga penciuman.

Bir pletok Mpok Yanti, semua pedagang di sekitar Setu Babakan hampir pasti menjajakan minuman khas Betawi itu di antara barang yang mereka jual. Itulah Mpok Yanti, wanita berkerudung merah jambu yang hapal di luar kepala bila ditanya bahan-bahan bir pletok. "Jangan lupa cabai jawa sama cengkih," celetuknya, masih di dapur di belakang rumahnya.

Mpok Yanti adalah satu-satunya produsen bir pletok di kawasan cagar budaya Betawi Setu Babakan. Pengusaha rumahan ini sudah 15 tahun memproduksi minuman ini justru baru mengenal bir pletok pada 1996 saat dia baru lulus SMA. Kala itu, bir pletok tidak banyak dikenal. "Saya saja yang orang asli Betawi kagak kenal bir pletok. Apalagi, orang luar," ungkapnya.

Perkenalan awal dimulai dari pelatihan oleh Dinas Pertanian yang dia ikuti. Dari sanalah dia mulai berkreasi dengan minuman penghangat tubuh ini. "Di akhir pelatihan, saya ikut lomba bikin bir pletok," kata Mpok Yanti memulai kisahnya.

Siapa sangka, lomba membuat bir pletok inilah yang kelak membuatnya menjadi produsen minuman paling digemari di Jakarta ini. "Pas pertama masak, kakek saya tiba-tiba nyeletuk, 'Eh kok bau bir pletok?' Gitu katanya. Saya kaget, ternyata kakek saya ngarti bir pletok," ucap Mpok Yanti seraya mengenang kejadian nyaris 20 tahun silam.

Kakek Mpok Yanti menjelaskan bahwa bir pletok justru minuman asli Betawi yang digemari sejak penjajahan Belanda. Sebagai orang pribumi, kata sang kakek, ingin membuat minuman mirip dengan bir. Dari situlah orang Betawi berkreasi dengan jahe dan rempah-rempah lainnya. "Warna sama, ada busanya juga, dan khasiat sama, menghangatkan badan," ujar Mpok Yanti.

Itulah awal mula perkenalan Mpok Yanti dengan resep ramuan andalannya ini. Sang kakek yang kemudian menjadi penasihat rasa selalu mendorong Mpok Yanti untuk menyempurnakan rasa dari bir pletok yang dia buat. "Saya akhirnya juara satu lomba bir pletok," tambahnya. 

Predikat "juara bir pletok" lantas melekat padanya. Produksi bir pletoknya pun terkenal ketika pemerintan meresmikan kawasan Setu Babakan menjadi cagar budaya Betawi. "Bisnis saya melesat tajam," ungkapnya. Puncaknya, Mpok Yanti bisa memproduksi lebih dari 200 botol dalam sehari. Dia menjadi pemasok satu-satunya bir pletok di Setu Babakan, sekaligus menjadi tenaga pengajar bagi siapa pun yang ingin membuat bir pletok dan memulai bisnis ini sendiri.

Pada akhir 2011, bisnis Mpok Yanti sempat berhenti karena alasan tertentu. Dua tahun dia vakum produksi dan selama itu pula pasokan bir pletok tak ada di pasaran Setu Babakan. Kini, produksinya berjalan lagi.

Bir pletok, menurut Mpok Yanti, bukanlah minuman yang rumit dibuat. Bahan-bahan yang mudah ditemui di pasaran, ditambah dengan cara memasak yang sederhana, menguatkan alasan untuk mencoba membuat sendiri di rumah. "Walaupun memang buatan tiap orang bisa jadi beda. Seperti, murid-murid yang saya ajari, bahan baku sama persis, takaran pun sama. Tapi kok rasanya tetap beda," ujarnya sambil tertawa.

Berdasarkan bocorannya, pembuatan bir pletok dimulai dengan merebus semua bahan yang disebut tadi. Kemudian, air rebusan dicampur dengan air hangat, kemudian disaring ampas rebusannya. "Sudah. Sederhananya ya begitu. Simpel kan?" ujar Rosmayanti, nama lengkap Mpok Yanti.

Bahan-bahan bir pletok bahkan kini sudah distandardisasi Kementerian Pertanian. Resep bahan untuk membuat 50 botol bir pletok ukuran 250 ml adalah satu kg jahe, dua sampai tiga buah pala, 10-15 butir lada hitam, dua batang (3 x 10 cm) kayu mosohi, 15-20 butir kapulaga, lima sampai 10 buah cabai jawa, 10 buah cengkih, lima sampai 10 gram kayu manis, 10 batang sereh, 10 lembar daun pandan, 0,5 ons kayu secang, 10-12 liter air, satu sampai dua kg gula, dan satu sendok makan garam. "Kalau mau lebih jelas, bisa belajar langsung dengan saya," lanjut Mpok Yanti.

Bir pletok yang dia produksi dijual seharga 12 ribu rupiah per botol. Pada waktu tertentu, seperti saat akan puasa dan Lebaran, dirinya bisa meraup omzet 120 juta rupiah dalam sebulan. Kunjungan ke Setu Babakan kali ini sangat berkesan, lantaran kita dapat menyesap minuman gaya barat, rasa Betawi. "Bir pletok ngga bikin mabuk kok!" canda Mpok Yanti seraya menutup obrolan. rep:c85 ed: dewi mardiani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement