Selasa 23 Sep 2014 13:00 WIB

Singapura, Bali, sampai Fukushima

Red:

"Majulah!" Kata itu tertulis pada sebuah lukisan, lebih tepatnya poster, yang berjudul sama terpajang manis di dinding ruang pameran. Tercetak di atas kertas berukuran 55 x 110 cm, poster ini menggambarkan Kota Singapura dengan gedung-gedungnya yang berlomba menusuk langit.

"Di bawahnya ada tubuh-tubuh yang dulu memperjuangkan kemerdekaan negara ini," deskripsi poster tertulis di atas kertas kecil di sudut pigura. Poster ini menunjukkan beberapa bangunan ikonik Singapura, seperti patung singa Merlion, deretan gedung di Orchard Road, hingga tiga gedung ramping yang menyangga sebuah kapal: Marina Bay Sands yang tersohor itu.

Semuanya menunjukkan kesuksesan Singapura masa kini, glamor dan gemerlap. Uniknya, di bawah semua deretan gedung ikon Singapura itu, sang pelukis menggambarkan sosok-sosok manusia yang terpendam di bawah tanah. Tubuh mereka hanya berbalut pakaian tipis dengan kaki-kaki yang terbungkus sepatu boot warna kuning, seragam militer masa kolonialisme Inggris dahulu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Raisan Al Farisi

Suasana pengunjung pameran poster Billy Ma yang bertemakan "mass perspective" yang di pamerkan di Galeri Seni Kunsktring, Jakarta Pusat, Kamis (18/9).

Pesannya jelas, bangsa Singapura berlari di atas perjuangan para pendahulu bangsa. Sebuah poster satir sebuah bangsa yang bermartabat. "Sudahkan kita ingat jasa-jasa mereka?" Meskipun poster ini mengangkat tentang Singapura, namun konteksnya universal.

Judul "Majulah!" sendiri diambil dari judul lagu kebangsaan Singapura, "Majulah". Sang pelukis menambahkan keterangannya dalam deskripsi di atas kertas kecil, "Lagu ini yang kemudian menyatukan Singapura yang terdiri atas banyak etnis dan latar belakang."

Poster yang ditampilkan memang tidak sekadar poster: menggabungkan antara seni animasi, lukisan, ilustrasi, dan desain grafis. Sang pelukis mengolaborasikan disiplin ilmu yang dia miliki untuk mewujudkan karya-karya "poster kontemporer" yang mulai dia kembangkan menjadi media kampanye, sekaligus kritik sosial.

Dialah Billy Ma, seorang seniman Kanada kelahiran Taiwan yang menyulap ide-ide 'tak lazim' yang kemudian diangkat ke atas media poster. "Meskipun karya-karya saya tidak bisa lepas dari teknik dan seni konvensional, namun tema yang saya garap selalu bermula dari kejadian-kejadian yang memengaruhi hidup saya, dan saya gubah menjadi seni kontemporer," ujar Billy Ma dalam biografinya yang berjudul "Billy Ma: Astistically Yours!".

Dia lulusan Universitas Toronto, Kanada, jurusan seni murni, memang menggarap karyanya dalam paten-paten seni konvensional. Namun, idenya mendorong dia untuk melahirkan karya-karya yang futuristik, menantang zaman. Berawal dari kecintaannya terhadap seni konetmporer, akhirnya Billy Ma bereksperimen dengan ranah seni lainnya: patung, ukiran, ilustrasi, dan desain grafis.

Billy Ma kini berkesempatan menggelar pameran karya-karyanya di Jakarta. Bertempat di Galeri Seni Kunstkring di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dia memboyong lebih dari 25 karya poster multitema. Dalam pameran yang berlangsung hingga 12 Oktober mendatang, Billy tidak hanya menyuguhkan karya sarat estetika, namun juga moral dan pesan tak tertulis. "Saya berkarya tidak hanya untuk memuaskan mata, namun sekaligus memperkaya pikiran para penikmat seni," kata dia

Dalam pameran "Mass Perspective" ini, pihak penyelenggara sengaja menggandeng Billy Ma untuk memberikan penyegaran kepada pecinta seni di Jakarta. "Seni yang kami pamerkan tidak sebatas lukisan, namun juga poster-poster berbalut seni grafis yang indah," ujar Rosianny, Humas galeri seni Kunskring, akhir pekan lalu.

"Mass Perspektive", menurut Rosianny, merupakan implementasi pesan dari keahlian Billy Ma untuk masyarakat luas melalui poster cetak dan ilustrasi. "Pada akhirnya karya seni selalu datang dari jiwa. Caranya bahkan bermacam-macam, kadang serius dan kadang seni adalah humor yang menggelitik. Pameran ini menggabungkan semuanya," lanjutnya.

Berlokasi di lantai dua galeri yang masih mempertahankan orisinalitas arsitektur kolonial, poster-poster Billy Ma mengangkat banyak isu sosial yang terjadi di Singapura. Contoh saja poster berderet serial "Sexy Sin City". Sesuai dengan judulnya, poster-poster ini berorientasi untuk mengangkat isu tentang Singapura yang telah bermetamorfosis menjadi kelab malam raksasa.

Di sudut lain ruang pameran juga terpajang beberapa poster dalam serial "Bali Series: Welcome to Bali". Ada tiga poster dalam seri ini dengan tema kecantikan gadis Bali, keelokan alamnya, dan keunikan budayanya. Di potret lainnya, dengan apik dia mengisahkan budaya Bali yang eksotis dalam aksi penari-penari Bali dalam balutan kostum dan topeng-topeng.

Temanya mirip pariwara wisata, namun Billy juga mengkritik tentang eksistensi tradisi dan budaya Bali yang menurutnya semakin tergerus dengan arus kedatangan modernisme yang dibawa oleh para turis. "Semoga Bali bisa mempertahankan idealisme tradisi dan budayanya," lanjut Billy.

Karya-karya Billy juga kental mengangkat isu kemanusiaan. Selain tentang alam dan kondisi sosial, ada satu poster Billy yang mengusung topik tentang perdagangan manusia. Karya dengan gambar wanita terantai dengan judul "The Exploited" ini Billy mencoba untuk mengingatkan sebuah problema penderitaan para korban perdagangan manusia, khususnya wanita.

Topik tentang kemanusiaan lainnya yang diangkat oleh Billy tertuang dalam karya lainnya yang berjudul "Fukushima Hero". Dalam poster yang menggambarkan dahsyatnya bencana tsunami di pesisir timur Jepang pada Maret 2011 ini, Billy menggali lagi ingatan semuanya tentang rasa tanggung jawab sosial orang Jepang.

"Karya ini adalah penghormatan bagi rakyat Jepang yang bergerak cepat bahu-membahu untuk mengatasi krisis di Fukushima," ujar Billy. Hasil dari penjualan poster ini akan didonasikan 20 persen kepada warga Fukushima yang masih membutuhkan bantuan.

Pameran tersebut menyajikan visual yang beragam dan bisa menjadi napas segar bagi para seniman dan penikmat seni Indonesia. Meskipun Billy Ma bukan orang Indonesia, namun setidaknya karya-karyanya yang ditampilkan di Jakarta bisa memotivasi para perupa Jakarta untuk bisa mengeskplorasi kemampuan mereka dalam seni visual kontemporer. rep:c85 ed: dewi mardiani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement