Kamis 25 Sep 2014 13:00 WIB

Dari Itali hingga Betawi

Red:

Seratus tahun lalu irama ini bergema di langit-langit gedung pertunjukan di Eropa. Dari opera "de Paris Garnier", Staatsoper, di Wina, hingga "Teatro Alla Scala" di Italia.

Seratus tahun lalu, nyaris semua pemusik di Eropa, bahkan dunia, memuja-muja gubahan musik mahakarya ini. Seorang komposer musik Jerman Robert Schumann bahkan pernah berkomentar tentang komposisi legendaris ini, "Semua nadanya terjalin begitu indah. Membuat siapa pun yang mendengar tak bisa berhenti mengaguminya."

Lebih dari seratus tahun lalu, penciptanya, Johann Sebastian Bach, terinspirasi untuk menulis komposisi ini setelah dia pindah ke Kota Luebeck, kota kecil di ujung utara Jerman. Sampai 42 tahun lalu, cuilan komposisi ini bahkan ikut tertuang dalam deretan lagu latar "The Godfather", film tentang mafia yang mendunia.

Itulah deretan kisah yang mengiringi perjalanan musik Passacaglia. Komposisi musik ciptaan Johann Sebastian Bach yang kemudian menjadi salah satu karyanya yang paling penting.

Ditulis pada awal abad ke-18, Passacaglia (dari bahasa Spanyol pasar artinya berjalan dan calle artinya jalanan), musik ini menjadi salah satu mahakarya musik setelah abad pertengahan. Passacaglia juga menjadi komposisi musik yang populer di kalangan musisi Italia.

Passacaglia adalah musik mahal. Satu-satunya tempat di Indonesia yang mungkin pernah memainkannya secara eksklusif adalah Societeit de Harmonie, sebuah ruang biola favorit para meneer, mevrow, sekaligus pribumi ningrat untuk bersosialisasi di Batavia.

Pertunjukan musik kala itu bukanlah barang murah. Hanya mereka yang "dekat" dengan 'gubermen'-lah yang punya akses untuk duduk menikmati gesekan biola dan tiupan harmonika.

Tapi itu dulu. Kini Passacaglia bergema kembali di Jakarta, tak lagi Batavia, dalam sebuah pergelaran musik dua negara. Bertempat di auditorium Erasmus Huis, Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, seorang komposer musik kenamaan Belanda menyuguhkannya kepada penikmat musik Tanah Air. Dialah Gerard Beljon, musisi Belanda yang menginisiasi pergelaran ini. "Kami ingin menyuguhkan sebuah penampilan berkelas di Jakarta," ujarnya.

Komposisi "Passacaglia" merupakan satu dari musik pembuka dalam pementasan pada Senin (22/9) malam lalu. Uniknya, Passacaglia dan komposisi lain yang dimainkan pada seluruh pertunjukan itu dimainkan dengan akordeon. Alat musik serupa organ yang ditiup udara dari  tekanan tangan pemainnya. Suara akordeon membuat Passacaglia dan komposisi lainnya terdengar lebih hidup.

Gerard Beljon tidak memainkan musiknya sendiri, dalam pertunjukan ini, dia mendaulat duo akordeonis wanita asal Belanda yang tergabung dalam grup "Toeac" untuk membawakan komposisi musik dunia dan beberapa komposisi baru gubahannya.

Toeac, yang terdiri dari Pieternel Berkers dan Renée Bekkers memainkan seluruhnya sembilan komposisi musik: dua ciptaan Gerard Beljon dan tujuh lainnya musik klasik populer.

Gerard Beljon membuat sebuah komposisi khusus untuk pemain akordeon Pieternel Berkers yang juga akan membawakan karya komposer Belanda "Jacob Ter Veldhuis" ("Jacob TV") dan "Chiel Meijering". Konser ini dan kerja sama dengan Gerard Beljon menjadi bagian dari proyek yang lebih besar dengan komposer Indonesia dan Belanda bekerja sama dalam membuat komposisi untuk akordeon solo.

Pieterkel dan Renée bermain tidak hanya untuk diri sendiri, namun juga total untuk penonton. Perhatian keduanya tidak semata pada tuts pada papan akordeon, namun juga pada deretan penonton yang hadir malam itu. Sesekali keduanya bersenda gurau di sela permainan dengan memainkan mimik wajah mereka.

Pembawaan yang atraktif dan komunikasi yang baik dengan penonton, membuat pertunjukan malam itu mengesankan. Seolah mereka menghadirkan kembali suasana opera di Eropa di masa renaisans yang artistik.

Indonesia boleh berbangga. Salah satu komposisi ciptaan Beljon yang berjudul "Farewell" untuk pertama kalinya turut dimainkan dalam pertunjukan ini.  "Sebenarnya ini adalah proyek bersama. Pieterkel juga turut andil dalam proses penciptaannya," ujar Beljon kepada Republika sebelum pertunjukan dimulai.

"Farewell" sendiri terinspirasi dari tabiat manusia yang pasti pernah mengalami perpisahan. Selain Passacaglia dan "Farewell", duo Pieterkel dan Renée juga membawakan komposisi Tango Nuevo. Komposisi yang berirama cepat dan riang ini diciptakan oleh musisi tango Argentina Astor Piazolla. Kalau Indonesia punya dangdut, Argentina punya Tango Nuevo.

Gerard Beljon sendiri belajar lute dan gitar pada konservatorium di Utrecht dan di Den Haag. Kemudian, dia mengikuti kuliah komposisi pada Carlos Michàns dan belajar pada Daan Manneke di Konservatorium Amsterdam.

Musik Gerard Beljon bernuansakan komposisi abad pertengahan, renaisans, dan barok. Dia menggabungkan teknik komposisi musik kontemporer dengan pemakaian sampling, seperti yang terdengar pada musik pop.

Sebagian besar komposisinya dibuat untuk ensambel dan penampilan tunggal. Dia juga banyak menulis untuk musik teater. Karyanya telah ditampilkan di Belanda, Jerman, Austria, Amerika Serikat, Rusia, dan Australia.

Ada pula komposisi karya Jacob Ter Veldhuis yang berjudul "Views from the Dutch Trains", pemandangan dari atas kereta. Juga sebuah komposisi populer yang sudah banyak digubah oleh musisi dunia, Rhythm of Straight Lines, karya Chiel Meijering.

Pertunjukan malam itu ditutup dengan kejutan dari Pieterkel dan Renée. Lagu "Ondel-ondel" sontak semua penonton ikut bertepuk tangan sesuai ketukan lagu. "Nyok kita nonton ondel-ondel, Nyok!! Nyok kita ngarak ondel-ondel, nyok!" rep:c85 ed: dewi mardiani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement