Sabtu 04 Oct 2014 20:30 WIB

Berburu Zamzam di Tanah Abang

Red: operator

Hari Raya Idul Adha atau yang dikenal sebagai Lebaran Haji tinggal satu hari lagi. Sejumlah warga Jakarta pun mulai berburu oleh-oleh khas Arab Saudi atau Timur Tengah di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Salah satu oleh-oleh yang paling banyak dicari adalah air zamzam. Namun, pada musim haji seperti sekarang, harga air zamzam bisa naik dua kali lipat.

Habib Agil, pedagang oleh-oleh haji di Pasar Tanah Abang, mengatakan, hingga akhir Ramadhan, harga air zamzam dipatok Rp 400 ribu-Rp 450 ribu per 10 liter. "Tapi, kini harganya naik hingga Rp 850 ribu per 10 liter," ujar dia, Kamis (2/10).

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Yasin Habibi/ Republika

Pasar Tanah Abang

Pengakuan serupa disampaikan pedagang oleh-oleh haji di Blok C Pasar Tanah Abang, Tursinah. Ia mengungkapkan, biasanya ia menjual air zamzam Rp 600 ribu per 10 liter. Tapi, karena stoknya berkurang, harganya meroket hingga Rp 800 ribu per 10 liter.

Bahkan, penjaga toko oleh-oleh lain nya, Jae Setiawan, mengaku menjual 10 liter air zamzam seharga Rp 1 juta. Trias Julianti, karyawan Toko Pahala di Blok C Pasar Tanah Abang, mengatakan, kenaikan harga air zamzam kemungkinan karena Direktorat Jenderal Bea dan Cukai enggan menerima impor air zamzam.

Selain itu, ia menduga kenaikan harga karena banyak pedagang yang memalsukan air zamzam demi meraup keuntungan. "Air zamzam ini biasanya di campur dengan air mineral biasa,"

kata dia.

Karena keterbatasan persediaan ini, akhirnya para importir harus berebut membeli air zamzam dengan harga tinggi. Tak jarang, mereka membeli air zamzam dari petugas penerbangan yang membawa air zamzam. "Tapi, kalau ketahuan, bisa dipecat," kata dia.

Sayangnya, pada Idul Adha tahun ini, sejumlah pedagang, khususnya yang pindah ke Blok C Pasar Tanah Abang, gagal menangguk untung besar seperti tahun-tahun sebelumnya.

Bazar oleh-oleh haji di sekitar Masjid Al Makmur, Jalan KH Mas Mansyur No 6, Jakarta Pusat, yang biasanya dipenuhi pedagang kini sepi. Hanya sekitar 10 pedagang yang bertahan. Pedagang kaki lima (PKL) di lokasi tersebut dipindahkan ke Blok C.

Sejak pindah, omzet sejumlah pedagang mengalami penurunan hingga 50 per sen. Jae, penjaga Toko Sarwo Ono milik Sarwono menjelaskan, saat berjualan di dekat Masjid Al Makmur, tokonya bisa meraup omzet Rp 150 juta per bulan. "Kini, rata-rata hanya Rp 80 juta per bulan," ucap dia.

Keluhan serupa disampaikan Agus, penjaga Toko Al Ma'muriyah II milik Purnomo. Meski tidak menyebutkan jumlah omzet yang didapat, ia memastikan jumlah pembeli yang datang ke tokonya mengalami penurunan cukup drastis.

Wandi, penjaga Toko Doa Ibu, mengaku, biasanya bosnya bisa meraup laba Rp 50 juta per bulan saat masih berjualan di dekat Masjid Al Makmur. Kini, setelah dipindah, tokonya hanya mampu meraup untung Rp 10 juta.

Tapi, kondisi berbeda terjadi di toko Habib Agil. Pria yang telah berjualan selama 30 tahun mengaku omzetnya meningkat selama musim haji. Jika pada hari biasa pendapatannya hanya Rp 20 juta per hari atau Rp 600 juta per bulan. Pada musim haji, ia bisa memperoleh keuntungan hingga Rp 850 juta per bulan. "Mungkin karena lama di sini, pelanggan banyak," kata dia. rep:c92, ed:karta raharja ucu

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement