Senin 06 Oct 2014 14:00 WIB

Jeriken Air Bersih di Muara Gembong

Red:

Air bersih adalah unsur terpenting dalam kehidupan masyarakat di perkotaan, termasuk di DKI Jakarta dan daerah sekitarnya, yang saat ini mengalami kekeringan sumber baku air bersih. Berbagai cara pun dilakukan untuk mendapatkan air bersih.

Dengan cuaca panas yang terjadi beberapa bulan ini, warga terus kesulitan mendapatkan air bersih. Air-air sungai mengering, bahkan hingga sumur di perumahan mengalami kondisi serupa.

Warga Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menghadapi masalah yang sama. Akhirnya, mereka pun kini mulai membeli air bersih saat persediaan air sumur tadah hujan di rumah-rumah mereka habis. Hal ini terjadi akibat musim kemarau berkepanjangan sejak Juli 2014.

Warga Kampung Solokan Kendal, RT 04/ RW 01, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Tasan (42 tahun), mengaku sejak tiga bulan lalu, dia dan sebagian warga di sana telah membeli air bersih. "Persediaan air di sumur kami yang menampung air tadah hujan sudah habis. Ini akibat musim kemarau sejak Juli 2014," tutur Tasan pada Republika, akhir pekan lalu.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/ Wihdan

Sehari-hari, Tasan bekerja sebagai penyewa jasa perahu kayu bermotor dan nelayan di sekitar Sungai Citarum, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Perahunya disewa untuk pulang-pergi dari kantor Kecamatan Muara Gembong menuju habitat asli Lutung Jawa di Kampung Muara Bendera, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong.

Dia mengajak Republika mengobrol di atas perahu kayu bermotor miliknya. Tepatnya, perahu kayu itu berada di tengah-tengah aliran Sungai Citarum yang melintasi Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Saat mengobrol itu, sesekali perahu bergoyang ke kiri dan ke kanan akibat empasan lembut ombak di Sungai Citarum. Aliran sungai ini langsung menuju ke Laut Jawa.

Tasan mengatakan, air tanah dari sumur di rumahnya sekarang berwarna kuning dan berbau lumpur sejak Juli 2014 saat musim kemarau. "Jadi, enggak bisa dipakai untuk keperluan MCK, apalagi minum sehari-hari," jelasnya.

Selama musim kemarau, lanjutnya, ia biasa membeli jeriken air bersih yang dibelinya dari perahu kayu bermotor yang sering melintas di lingkungan sekitar. "Harga per jeriken mencapai Rp 5.000 dengan isi air bersih sekitar 35 liter. Biasanya, habis untuk keperluan minum dan MCK selama empat atau lima hari," papar Tasan.

Saat perbincangan itu berlangsung, tiba-tiba terlihat perahu kayu bermotor yang sedang menjual keperluan air bersih untuk warga sekitar. Tasan pun serta-merta menunjuknya. "Itu kapalnya, biasanya saya beli air bersih di kapal itu," ungkapnya sambil tersenyum.

Menurut Tasan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di daerahnya, yaitu PDAM Tirta Bhagas Asi, belum sampai pelayanannya ke tempat tinggalnya. Air PDAM hanya sampai kantor camat Muara Gembong. Sedangkan, untuk distribusi ke rumah-rumah warga di daerah itu masih belum bisa dilayani PDAM. rep:c57 ed: dewi mardiani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement