JAKARTA -- Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tetap optimistis menghadapi 2016 meski kondisi ekonomi masih belum pulih. Produk khas yang sesuai nilai syariah harus jadi keunggulan BPRS menghadapi persaingan di industri.
Ketua Kompartemen BPRS Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Cahyo Kartiko mengungkapkan, tahun ini salah satu acuan BPRS adalah proyeksi ekonomi dari Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) di mana angka optimistis pertumbuhan perbankan antara 14-17 persen. Dengan mempertimbangkan kondisi, pertumbuhan BPRS antara 12-15 persen sudah terbilang bagus.
''Yang pasti, tahun ini kami optimistis. Di lapangan masih ada BPRS yang bisa tumbuh di atas 40 persen,'' kata Cahyo, Kamis (7/1).
Menghadapi kondisi ekonomi 2016 yang diprediksi belum membaik, Cahyo mengatakan pendekatannya mendasar. Karena masih kecil, BPRS harus kreatif ciptakan produk khas syariah, produk yang kembali pada nilai kesyariahan dan menarik bagi masyarakat.
Kompartemen mendorong BPRS kembali ke khittah untuk membiayai UKM dan menjalankan fungsi sebagai bank syariah dengan tidak ikut-ikutan menciptakan produk yang sebenarnya konvensional. Karena itu, BPRS perlu menggali keunikan dan bisnis model dari turunan visi misi masing-masing.
Untuk BPRS yang tidak dalam kondisi baik, ia menyarankan agar BPRS melakukan konsolidasi internal sambil mencari model bisnis yang tepat. Orientasi dan rencana bisnis jangka panjang juga ia nilai penting agar BPRS tidak hanya melihat kondisi sekarang.
Pada 2015, umumnya semua industri mengalami perlambatan pertumbuhan, begitu juga BPRS. Year on year (yoy) per Juni 2015 aset hanya tumbuh empat persen dibanding Juni 2014. Ini juga karena DPK melambat, hanya dua persen per Juni 2015 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan NPF akibat perlambatan ekonomi yang ia nilai kurang diantisipasi. Perburukan kualitas pembiayaan terlihat, terutama di BPRS yang membiayai sektor komoditas dan pertambangan.
Ia bersyukur regulator memberi ruang dialog dengan BPRS, terutama terkait bahasan rencana peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kelembagaan, sertifikasi, dan modal minumum BPR dan BPRS. Ruang yang diberikan akan mendukung akselerasi pertumbuhan BPRS. Sebab, melihat tingkat kejenuhan masih rendah, banyak investor yang tertarik untuk masuk di BPRS.
Hati-hati
Sementara, Direktur Bisnis BPRS Harta Insan Karimah (HIK) Ciledug Iman Ni'matullah mengatakan, sepanjang 2015, pembiayaan dan pendanaan HIK tetap meningkat. Pendanaan yang mencapai Rp 400 miliar, hanya Rp 9 miliar yang bersumber dari bank sebagai alat manajemen likuiditas.
Basis nasabah yang besar membuat saluran dana HIK lebih banyak dari masyarakat. Sehingga, peran intermediasi jadi optimal. Kualitas pembiayaan pun, diakui Iman, masih bisa dikendalikan.
Kondisi pembiayaan yang sudah memburuk sebelum 2015 terus dilakukan proses penjadwalan ulang, restrukturisasi, dan rekondisi. ''Karena bermain di mikro, pembiayaan jadi lebih tahan. Efek perlambatan ekonomi nasional tetap terasa, tapi tidak begitu menghantam,'' kata Iman, Kamis (7/1).
Mengantisipasi tahun ini, HIK fokus pada peningkatan kualitas SDM. HIK juga mendiversifikasi lini bisnis dan plafon pembiayaan, mulai dari dari Rp 5 juta hingga Rp 5 miliar, jadi mikro sampai menengah. Tahun ini, HIK juga akan mendiversifikasi produk pendanaan, terutama tabungan dengan menyasar komunitas.
Direktur Utama BPRS Bahari Berkesan Kota Ternate Risdan Harly mengatakan, tahun ini BPRS Bahari Berkesan mengutamakan kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan. Porsi untuk pembiayaan produktif dan konsumtif juga akan disesuaikan dengan kondisi. Jika ekonomi masih lemah, peningkatan porsi pembiayaan konsumtif bisa dilakukan.
Sepanjang 2015, aset Bahari Berkesan mencapai Rp 23,2 miliar, naik 45 persen dari tahun sebelumnya. Modal juga meningkat menjadi Rp 8,26 miliar yang 96 persennya merupakan Pemerintah Kota Ternate.
DPK juga naik 98 persen menjadi Rp 12,7 miliar. Pembiayaan tumbuh 21 persen menjadi Rp 14 miliar. Laba meningkat signifikan menjadi Rp 908 juta dan Rp 279 juta pada tahun sebelumnya.
Pada 2015, pembiayaan produktif ke UKM bekerja sama dengan Dekranasda Kota Ternate. Sementara, untuk pembiayaan konsumtif belum terlalu ekspansi karena masih melihat kondisi di mana PNS masih banyak menggunakan jasa perbankan umum.
Per Juni 2015, OJK mencatat aset BPRS mencapai Rp 6,851 triliun, DPK Rp 4,09 triliun, dan pembiayaan Rp 5,562 triliun. Nilai itu naik dari periode yang sama pada 2014 di mana aset BPRS mencapai Rp 5,933 triliun, DPK Rp 3,599 triliun, dan pembiayaan Rp 4,845 triliun.
NPF per Juni 2015 naik jadi 9,25 persen dibanding Juni 2014 yang mencapai 8,18 persen. Begitu juga FDR, meningkat menjadi 135,68 persen dari 134,64 persen. ed: ichsan emrald alamsyah