Rabu 13 Jan 2016 15:00 WIB

Para Tunadaksa yang Kian Lega Saat Berkendara

Red:

Salah satu penyandang tunadaksa, Wawang Sunarya (34 tahun), kini tak lagi waswas jika harus mengendarai sepeda motor modifikasi bersespan miliknya untuk berdagang. Tiap akhir pekan, ia berkendara dari kediamannya di Batutulis, Bogor Selatan, menuju Setu Babakan, Jakarta Selatan, untuk menjual suvenir buatannya.

Selama setahun mengendarai motor, Wawang tak pernah ditilang atau kena razia. Meski demikian, ia merasa resah karena tak tertib hukum. "Sekarang merasa lebih aman, biarpun ada razia jadi siap," kata dia sambil menunjukkan surat izin mengemudi (SIM) D-nya yang telah jadi, Selasa (12/1).

Wawang dan rekan-rekan difabel lain penyandang tunadaksa di Kota Bogor mengaku lega setelah memiliki SIM D. Pada Selasa itu, secara kolektif mereka mengurus SIM khusus untuk difabel di Polres Bogor Kota.

Wawang mengaku agak grogi saat menjalani tes praktik pembuatan SIM D. Ia agak kesulitan saat berputar di lintasan angka delapan meski akhirnya berhasil dan dinyatakan lulus.

Namun, saat di jalan raya, Wawang mengaku telah terbiasa. Ia berkendara dengan aman dan menetapkan batas kecepatan hanya selaju 40 sampai 50 km per jam. Ia jarang mendapat masalah dengan pengguna jalan lain. Meskipun, kadang ada kejadian buruk yang menghampiri. "Tadi saat perjalanan ke sini ada angkot menabrak saya, malah kaca dia yang pecah, tapi amanlah," ujarnya.

Rekan difabel lain, Agus Ruyadi (33), mengapresiasi realisasi pembuatan SIM D. Sudah enam tahun, Agus berkendara tanpa mengantongi surat izin.

Kendala yang membuat Agus tak kunjung membuat SIM adalah kurangnya informasi dan kecemasan atas proses yang berlarut. Namun, ia mengakui, ternyata membuat SIM sangat mudah dan praktis.

Kini, Agus bisa berkendara dengan tenang dari rumahnya di Bantarjati menuju tempat kerjanya di Cimanglit. Pria yang bekerja sebagai fund raiser di Yayasan Islam Al Huda itu merasa tenteram karena bisa mematuhi peraturan yang berlaku. "Para penyandang difabel juga butuh mobilitas yang cukup banyak, maka sangat terbantu sekali dengan fasilitas ini," ujar Agus, yang dengan mudah melalui rangkaian tes praktik itu.

Terdapat tujuh orang pemohon SIM D yang berkasnya telah masuk ke Satlantas Polres Bogor Kota, yakni Agus Ruyadi, Mas Untung Ganda Sari, Wawang Sunarya, Andriansyah, Irfan Ardi Prasetya, Wawan, dan Makmoer Napitupulu. Namun, hari ini baru tiga orang yang terfasilitasi dan sisanya menyusul kemudian.

Kanit Regident Polres Bogor Kota Iptu Fitria Wijayanti mengatakan, permohonan pengurusan SIM D yang berlangsung secara kolektif itu dikawal oleh organisasi pemberdayaan difabel bernama Diffable Action. "Mekanismenya sama dengan SIM jenis lain, tapi biaya lebih murah, yaitu sebesar Rp 50 ribu di luar biaya pemeriksaan kesehatan," tutur Fitria.

Lulusan Akpol 2010 itu menjabarkan, tak ada perlakuan khusus dalam pelayanan SIM D. Para pemohon tetap mengantre untuk menjalani tes kesehatan, tes teori, dan tes praktik.

Kendaraan yang digunakan dibawa oleh masing-masing pemohon. Pasalnya, kata Fitria, setiap individu membutuhkan motor yang dimodifikasi sesuai fungsi tubuh yang bersangkutan. "Ada yang ukuran motornya besar, jadi jarak rintangan di lintasan ujian praktik kami perlebar," ujarnya.

Fitria mengapresiasi rekan difabel yang memiliki kesadaran hukum tinggi dalam berlalu lintas. Wujud kepedulian Polri melalui Polres Bogor Kota ialah dengan memfasilitasi kelengkapan surat berkendara tersebut.

Fitria menyadari, masih banyak penyandang tunadaksa di Kota Bogor yang membutuhkan legalitas dalam mobilitasnya. Ke depan, Polres Bogor Kota akan melakukan sosialisasi mekanisme pembuatan SIM D sekaligus tata tertib berlalu lintas untuk para rekan difabel. "Bagi rekan difabel lain yang ingin mengurus SIM D, silakan datang ke Polres, pasti kami fasilitasi asalkan membawa persyaratan yang sudah ditentukan," katanya menjelaskan.

Ketua Umum Diffable Action Teguh Prasetyanto menyatakan, sekira 30 orang penyandang tunadaksa di Kota Bogor kerap mengendarai motor modifikasinya di jalan raya. Sebelum hari itu, para rekan difabel belum memiliki SIM D, surat izin untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang cacat.

Teguh mengatakan, pihaknya telah beraudiensi dengan Polres Bogor Kota sejak 2014. Namun, karena terdapat kesulitan koordinasi dengan para rekan difabel, pembuatan SIM D baru terealisasi saat ini.

Dengan memiliki SIM, kata Teguh, para rekan difabel pengendara motor akan memiliki legalitas di jalan raya. Selain itu, ada asuransi yang menaungi mereka.

Teguh berujar, Diffable Action akan terus meluaskan sosialisasi safety riding dan ajakan mengurus SIM D kepada seluruh rekan difabel pengendara motor. Pengurusan SIM D perdana diharapkan memotivasi rekan difabel tunadaksa lain untuk sadar memiliki SIM.

n c34 ed: endro yuwanto

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement