JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta meminta petugas Satpol PP ditarik dari lokasi penertiban permukiman warga RW 02, Kelurahan Mangga Besar, Taman Sari, Jakarta Barat (Jakbar). Selain pengosongan lahan yang tidak berkenaan dengan kepentingan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI, keberadaan Satpol PP di lokasi itu juga dinilai meresahkan warga.
Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi mengatakan, tidak ada alasan bagi personel Satpol PP untuk bertahan di lokasi belakang Glodok Plaza tersebut. Pihaknya juga meminta agar Kepala Satpol PP DKI, Jupan Royter, untuk tidak berpihak kepada pengembang dan mengintimidasi rakyat yang sudah tinggal sejak 1928.
Prasetyo yang sempat berkunjung dan berdialog dengan warga pada awal pekan ini menyarankan, pemerintah menjadi penengah saja ketimbang mencampuri persoalan konflik lahan. "Satpol PP bukan jadi alat untuk menakut-nakuti warga. Saya minta Pak Kasatpol PP DKI segera tarik pasukan dari sana," ujarnya, Rabu (24/8).
Prasetyo sangat menyayangkan perihal penertiban terhadap permukiman warga sempat terjadi. Apalagi, hal itu dapat berakibat buruk terhadap persepsi masyarakat kepada Pemprov DKI. Karena lahan itu merupakan sengketa antara kedua pihak, tidak seharusnya Pemerintah Kota (Pemkot) Jakbar mencampurinya.
"Itu masalah antara pengusaha dan rakyat. Jangan lagi ada operasi senyap di sana oleh petugas," kata sekretaris DPD PDIP DKI itu.
Sedangkan, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok meminta Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi untuk fokus melaksanakan program pemerintah. Dia pun menginstruksikan Anas untuk mengesampingkan penggusuran tempat tinggal warga Mangga Besar.
Ahok mengaku sempat merasa heran lantaran Anas memilih mendahulukan program penggusuran daripada menata kawasan kumuh. Dia juga tidak mengira Anas bertindak layaknya seorang 'centeng' pengusaha. Padahal, Pemprov DKI masih punya program prioritas di wilayah itu, seperti peningkatan ruang terbuka hijau dan normalisasi sungai.
"Sebetulnya prioritasnya dia urusin jalan inspeksi gitu kan, siapin banyak lahan untuk RPTRA, pasar-pasar PKL ditata. Makanya gua kaget ngapain sih lu (Anas) urusan lahan sengketa antara warga dan swasta," kata Ahok.
Setelah melihat berbagai fakta di lapangan, Ahok memastikan penggusuran itu telah dibatalkan. Sebab, Pemkot Jakbar, pemilik lahan, dan warga lebih baik melakukan negosiasi guna menemukan solusi terbaik. Karena itu, pihaknya mengapresiasi pertemuan ketiga pihak untuk mencari jalan supaya tidak merugikan satu sama lain. "Dia (Anas) bilang enggak (gusur) kok cuma mau ada negosiasi," ujarnya.
Ahok melanjutkan kritikannya terhadap Anas. Dia menilai, penataan kawasan Kota Tua yang dipenuhi pedagang kaki lima (PKL) baru-baru ini, hanya dilakukan Pemkot Jakbar sebagai aksi mencari perhatian atasan saja. Padahal, menurut Ahok, tindakan birokrat seperti itu hanya siasat agar dicap bekerja baik.
"Dia takut ada masalah ini (Glodok) baru balikin yang di Kota Tua. Orang sini kan gitu, aku hafal tekniknya. Aku kan sabar-sabar saja," ungkapnya.
Sementara itu, pengamat perkotaan, Yayat Supriyatna, mengatakan, perbedaan kebijakan antara Pemkot Jakbar dan Pemprov DKI menandakan pihak esekutif selalu mendahulukan tindakan daripada perencanaan. Dia mempertanyakan, bagaimana bisa Ahok menyalahkan Anas terkait rencana penggusuran permukiman di kawasan belakang Glodok Plaza.
"Sekarang begini, informasi yang tegas itu siapa sih yang memerintahkan penggusuran? Apakah itu inisiatif wali kota atau perintah dari gubernur? Wali kota di DKI itu kan bawahannya gubernur," ujar Yayat.
Yayat menilai, seharusnya Ahok sebagai pemimpin bisa mengayomi anak buahnya, bukan mempermalukan di muka umum. Jika memang Anas tidak berkoordinasi dengan Ahok, menurut dia, sebaiknya seorang pimpinan tidak seketika menyalahkan wali kota. "Kalau misalnya terjadi apa-apa korbannya pasti yang jadi bawahan dong kan," kata dosen Universitas Trisakti itu.
Yayat memprediksi, ke depannya pejabat di lingkungan Pemprov DKI dan pemkot bakal ragu-ragu dalam mengambil kebijakan. Hal itu mengacu kepada sikap Ahok yang kerap menyalahkan anak buahnya ketika ingin melaksanakan kebijakan.
Karena itu, ia menyarankan agar pihak esekutif memperkuat perencanaan terlebih dahulu, agar tidak salah mengambil tindakan dalam hal penggusuran.
"Ya harusnya dibuat ruang komunikasi dulu lah, jadi supaya nanti kalau terjadi apa-apa di lapangan nanti tidak masing-masing menyalahkan, repot kan nanti. Yang penting konsep rencananya itu bagaimana, baru tindakan itu dilakukan," kata Yayat. rep: Rizky Suryarandika, Muhyiddin/berita jakarta, ed: Erik Purnama Putra