Jumat 26 Aug 2016 18:00 WIB

Pakar Toksikologi Beratkan Jessica

Red:

Keterangan dari saksi ahli yang juga pakar toksikologi Universitas Udayana, I Made Gelgel Wirasuta, dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin akibat diduga meminum kopi mengandung zat sianida, cenderung memberatkan terdakwa Jessica Kumala Wongso.

Selain meyakini korban meninggal akibat zat sianida masuk ke tubuhnya, dari hitungan rumus kimia yang dilakukan Madu, didapat penambahan perkiraan waktu 16.30 WIB sampai 16.45 WIB. "Saya mencoba menerjemahkan hasil toksikologi forensik dan merekonstruksinya. Selain itu juga menyesuaikan dengan hasil digital forensik," ujar Made dalam sidang ke-14 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (25/8).

Made mengaku, mendapatkan hasil toksikologi dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri yang di bawah supervisi Kombes Nur Samran Subandi. Nur juga pernah menjadi saksi ahli di persidangan pada awal bulan ini. Ketika itu, Nur menyatakan, setelah dilakukan pemeriksaan di Mabes Polri, terdapat 297,6 miligram (mg) Natrium Sianida (NaCN) dalam 20 mililiter (ml) kopi es vietnam yang diminum Mirna.

Fakta itu jauh melebihi dosis mematikan sianida untuk berat tubuh Mirna sekitar 60 kilogram, yaitu 171,42 mg. Hasil Puslabfor mengungkapkan, Mirna diduga meminum sekitar 20 ml es kopi dan ditemukan 0,2 mg per liter sianida di lambung korban.

Made juga mengamini pernyataan saksi ahli sebelumnya, yaitu ahli forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati, dr Slamet Purnomo, yang menyatakan ada luka di lambung Mirna. Luka itu bukan hanya sedikit, tetapi hampir di seluruh permukaan lambung. "Artinya ada senyawa asing yang mengakibatkan reaksi seperti itu," kata Made, merujuk reaksi iritasi dalam tubuh seperti itu adalah dampak dari sianida.

Made juga menyinggung obat-obatan yang pernah ditemukan dalam tas Jessica saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik. Dia pun mengungkapkan, beberapa jenis obat dalam terdakwa, antara lain bioderma (obat kosmetik kulit), sandoz sertraline (obat depresi), razole (obat asam lambung), dan maxpharm (obat penghilang nyeri).

Menurut Made, dari semua obat yang ditemukan dalam tas Jessica tersebut hanya satu obat yang bisa dibeli tanpa menggunakan resep dokter atau dijual bebas. Sedangkan sisanya adalah obat yang tidak dijual bebas karena dosisnya harus dokter yang menentukan.

"Orang-orang pakai ini (sandoz sertraline/), paniknya luar biasa meski tanpa masalah, sering kejang. Untuk seimbangkan kondisi," katanya. "Sandoz, razole, maxpharm, dan provelyn 75 mg tidak boleh dijual beli bebas tanpa resep dokter. Kalau bioderma boleh bebas," ucapnya.

Karena itu, ia merasa Mirna tewas akibat paparan racun sianida yang masuk ke dalam tubuhnya. Pendapat tersebut disimpulkannya mengacu pada berita Acara pemeriksaan (BAP) Juwita Boon alias Hani, Puslabfor, dan BAP forensik. "Saya meyakini dan yakin Mirna tewas akihat zat korosi, yakni dalam hal ini sianida," ujar Made.

Kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan menanggapi pernyataan saksi ahli dan mempertanyakan dari mana Made mendapatkan data sianida di tubuh korban. Otto mencecar Made mengapa bisa tahu secara detail berbagai zat itu, apakah dari berita acara pemeriksaan (BAP) atau percobaan sendiri. "Saudara ahli melakukan penelitian barang bukti atau hanya membaca BAP?" kata Otto.

Made meresponsnya dengan mengatakan, mendapatkan data itu berdasarkan analisis data di BAP. Dia juga tetap melakukan pemeriksaan barang bukti dari perspektif lain. Sehingga, apa yang disampaikannya tidak sama dengan yang dilakukan pakar toksikologi Labfor Mabes Polri. "Setiap ahli punya sudut pandang masing-masing dalam melakukan interpretasi sesuai kompetensi," kata Made.

Otto melanjutkan, berdasarkan keterangan Made, sisa racun sianida sudah terserap ke dalam darah. Dia pun mempertanyakan, mengapa darah korban tidak diperiksa petugas medis. "Kalau enggak diperiksa bagaimana? Apa bisa menyalahkan Jessica? Jangan akhirnya Jessica disalahkan," ucapnya.

Berdasarkan keterangan ahli, menurut Otto, seseorang yang mati karena sianida pasti di dalam hati korban ditemukan 80 persen zat tersebut yang berubah menjadi asam kiosionat. Namun, saat diperiksa ternyata di dalam hati Mirna juga tidak ditemukan asam kiosionat itu.

"Ternyata asam kiosonat itu di dalam hati itu enggak ditemukan, kalau enggak ditemukan ya otomatis enggak ada sianida, itulah kesimpulannya," katanya. Karena itu, Otto meminta hal itu harus dibuktikan lebih rinci dengan melakukan autopsi jenazah Mirna.

Mirna mengembuskan nafas terakhir di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Rabu (6/1). Saat itu, Mirna bertemu dengan Jessica dan Hani yang merupakan teman se-almamater di Design College Billy Blue, Sydney. Meski diduga kuat Mirna kehilangan nyawa akibat meminum es kopi vietnam, tapi Hani yang sempat mencicipi minuman tersebut lolos dari maut.    rep: Muhyiddin/antara, ed: Erik Purnama Putra

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement