Republika/ Wihdan
Badan hukum yang bersifat sosial ini sudah berdiri di Indonesia selama lebih dari 20 tahun. Kelahiran Yayasan Dana Sejahtera Mandiri atau yang lebih dikenal dengan Damandiri dibangun atas dasar semangat para pendirinya yang ingin membangun Tanah Air ke arah yang lebih baik.
Sepeninggal Soeharto, mantan menteri negara koordinator bidang kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan Haryono Suyono mengambil alih kepemimpinan Damandiri. Bagaimana perjalanan Damandiri, pencapaian, dan tantangan masa depan? Berikut petikan wawancara wartawan Republika, Rossi Handayani, bersama dengan ketua yayasan, Haryono Suyono, belum lama ini:
Bisa diceritakan bagaimana awal mula Yayasan Damandiri berdiri?
Jadi, Yayasan Damandiri didirikan pada 15 januari 1996, mulai awal sebenarnya dalam suatu proses panjang. Kita mendapatkan semacam pengakuan internasional. Pada tingkat awal, Pak Harto ingin membangun manusia Indonesia seutuhnya, masyarakat yang mandiri bisa sejajar dengan bangsa lain di dunia.
Pada awal Pak Harto membangun bidang kesehatan, pendidikan dengan segala macam investasi, sampai akirnya pada 1980-an relatif sudah siap sehingga pendidikan masyarakat makin baik. Tapi, pada 1970-an, Pak Harto mulai membangun unit terkecil masyarakat disebut keluarga, keluarga indonesia dibangun agar tanggungannya tidak berat, yaitu dengan program KB. Dan, ternyata sambutannya gegap gempita sehingga ada kesejajaran antara pembangunan keluarga dan pembangunan sumber daya manusianya, mulai dari kesehatan, pendidikan, sampai-sampai pembangunannya bukan di kabupaten atau provinsi, melainkan sampai desa.
Pada 1989, Indonesia diakui sebagai negara yang program KB-nya berhasil. Sejak itu, program keluarga jadi fokus dikembangkan lebih lanjut supaya instansi difokuskan pada pembangunan keluarga. Pak Harto, pada 1993 atau 1994, mulai memilah-milah warga Indonesia, ada yang berada di tingkat masih sangat miskin, setengah miskin, dan ada yang kaya.
Lalu, BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) segera mengikuti pandangan Pak Harto dengan melakukan pendataan. Pada 1993, digagas inpres desa tertinggal, dimulai dengan kabinet, kemudian pada saat itu, pendataan keluarga selesai. Desa tertinggal di 20 ribu desa, yaitu desa padat penduduk dan padat kemiskinan. Namun, di 45 ribu lagi padat kemiskinan, tetapi kemiskinan jauh lebih banyak dari yang 20 ribu desa, misal, Papua, NTT, Kalimantan, banyak daerah, tapi penduduknya sedikit.
Kemudian, muncul program Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra)-Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra) kita berikan pemberdayaan kepada keluarga, dua program paralel mulai 1994-1995. Program desa tertinggal dan pembangunan keluarga sejahtera. Ini sampai 1990-an program Takesra Kukesra diperkuat dengan UU No 10 Tahun 1992.
Sampai 1995-1996, tiap kali saya minta anggaran pada presiden, "Pak, ini perlu anggaran biar pun ngurusin orang miskin." Anggaran KB kalau disedot ngurusin orang miskin kita bisa habis, anggaran kemiskinan sudah disedot untuk yang 20 ribu desa. Kemudian, Pak Harto mengumpulkan konglomerat supaya bisa membantu pengentasan kemiskinan. Ini kalau mereka mau kumpul diundang untuk ke Istana atau ke Jalan Cendana.
Bertemu Pak Harto, kita deklarasikan pada 2 Oktober 1995, kita akan menyelesaikan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan keluarga dengan bantuan para konglomerat dan simpatisan. Sejak itu, para konglomerat satu demi satu saya ajak ke lapangan.
Kemudian, Pak Harto menggagas yayasan, yayasan harus dikelola oleh inisiator. Lalu, Pak Harto bilang, "Agar berwibawa, ini biar saya saja yang pimpin secara pribadi, bukan sebagai presiden." Selanjutnya, pergi ke notaris penuhi semua hukumnya, semua secara pribadi, saya juga bukan sebagai kepala BKKBN. Kita bikin edaran pada semua konglomerat, terkumpul modal untuk mendirikan yayasan.
Setelah pendirian, program apa yang digagas Damandiri?
Yayasan mulai Januari memberikan rancangannya tidak kurang dari 20-an juta kepada keluarga miskin berupa tabungan yang sudah diisi Rp 10 ribu, tetapi ternyata menyerahkan tabungan dengan isian Rp 10 ribu tidak gampang. Jadi, baru selesai kira-kira satu tahun, jadi mencakup 13,6 juta keluarga prasejahtera mendapat tabungan dengan isian Rp 10 ribu.
Nah, yang dapat isian Rp 10 ribu itu boleh pinjam 20 kali lipat dari tabungan pada bank penyelenggara. Ini menarik, jadi tiap kali keluarga punya duit Rp 10 ribu, dapat Rp 20 ribu, nah yang 10 persen dari Rp 20 ribu ditabung. Jadi, tabungan tambah dari Rp 10 ribu jadi Rp 20 ribu, nanti pinjaman sudah lunas Rp 20 ribu, pinjam lagi, 10 kali jadi Rp 40 ribu, 10 persen tabung, tambah lagi jadi Rp 80 ribu, begitu seterusnya, sampai pinjamannya sekitar Rp 320 ribu.
Pada zaman itu, Rp 20 ribu banyak bisa jualan pecel ayam, macem-macem, marak dari 13,6 juta keluarga yang punya tabungan, 10,3 juta dapat kredit. Pada saat itu, Yayasan Damandiri sibuk ngurusin pinjaman itu, dibantu dengan penuh oleh BKKBN. Saya di Damandiri sibuk urusi tabungan dan kredit sampai akhir 2000.
Kemudian, masyarakat Indonesia masih bisa disegarkan dengan budaya gotong royong melalui posdaya. Di mana dibuat posdaya, tanggapan masyarakat sangat tinggi. Bahkan, saya dapat menyatakan kalau penilaian secara keseluruhan bahwa sampai pada tingkat diterima masyarakat. posdaya mulai secara gotong royong menggerakkan tanggungan pembangunan dalam bidang kesehatan, pendidikan, pendayagunaan lingkungan, serta mulai muncul kegiatan ekonomi mikro.
Bagaimana dengan tantangan yang dihadapi Damandiri?
Sejak Pak Harto lengser bubar, jadi persatuan antara kementerian berantakan. Malah sekarang antarmenteri caci makian, sementara pada waktu digabungkan, begitu peringatan, semua menteri menghadap presiden, tiga menteri menghadap, nanti di daerah, tiga dinas menghadap, sampai desa bersahabat.
Sekarang ini tidak, jadi itu yang hilang dan sangat disesalkan. Padahal, masing-masing bisa membawa bendera tidak ada bedanya, tetap sama. Pak Harto benar, di samping pemerintah, harus ada lembaga swasta seperti Yayasan Damandiri.
Lalu, setelah pensiun, Pak Harto saya datangi, kita mendapat kesukaran untuk melanjutkan Takesra-Kukesra karena instansi koperasi pertanian, BKKBN tidak mau lagi urus ini. Waduh, ya sudah kita tiadakan saja, kita ambil kembali yang sudah kita siapkan untuk kredit-kredit. Itu rupanya bank tidak sanggup karena keluarga yang pinjam sampai Rp 50 ribu berada di gunung, ongkos tagihan bisa sampai Rp 75 ribu.
Rakyat miskin sudah benci sama Pak Harto, mereka berpikir ini uangnya Pak Harto, ini nggak usah dikembalikan. Jadi, ada angggapan pada Rp 20 ribu cicilan mulai tidak jalan, makin lama yang menunggak banyak, tidak visibel uangnya untuk memberi lagi.
Kita mengikhlaskan kira-kira Rp 500-an miliar, tapi bukan ikhlas untuk orang-orang, ikhlasnya untuk keluarga miskin, petugas lapangan KB, atau yang sudah kumpulkan, tapi tidak disetorkan. Ada saja itu biar pun tidak banyak, tapi ada, yang kemudian setelah kita tagih, ada yang mengembalikan. Misal, satu kabupaten dikembalikan seperti di Brebes, oke lah duitnya tidak saya tarik ke pusat.
Tapi, di sana didirikan koperasi, pakai modal koperasi sebagai penempatan Damandiri koperasi. Duit tidak pernah datang kembali ke kantor Damandiri, masuk ke sana karena memang dibutuhkan untuk usaha berputar itu, setelah itu kita, tampaknya Bapak tidak disenangi. Saya juga termasuk orang Bapak, tidak disenangi oleh banyak pejabat baru, tapi tetap dipandang karena program KB-nya berhasil.
Ada beberapa kelompok atau perorangan yang mendapatkan program dari Yayasan Damandiri?
Kelompok ada lebih dari 55 ribu dengan beragam program pemberdayaan di bidang kesehatan, pendidikan, wirausaha, lingkungan, sekaligus juga program yang intinya menyegarkan kembali program gotong royong.
Salah satu program Damandiri, yakni kredit canda kulak, bisa dijelaskan dan bentuk-bentuknya seperti apa saja?
Kita namakan kredit Tabungan Sejahtera dan Kredit Pundi Sejahtera (Pundi Tabur Puja), bentuk kreditnya dengan mengadakan pendataan di keluarga-keluarga prasejahtera mau berlatih keterampilan dan bisa mahir maka dengan dukungan keluarga yang lebih mampu, bisa mengambil kredit yang tabur puja.
Maksimum cuma Rp 2 juta tanpa agunan, nah nanti kalau sudah lulus, baru ke pundi itu ke agunan lebih dari Rp 2 juta, Rp 4 juta, Rp 5 juta, atau ini yang duit dari kita, tapi kita titipkan pada bank. Jadi, Damandiri tidak pernah mengadakan distribusi kredit, tapi semua lewat bank dengan sendirinya mereka harus mencicil pada bank, untuk kredit yang kurang dari Rp 2 juta. Tapi, yang lebih, aturan bank bisa berlaku, juga ada bank-bank yang secara mandiri melakukan hal yang sama.
Sejauh ini, bagaimana dengan adanya program Tabur Puja?
Setidaknya, ada 10 wilayah yang sekarang ini telah membentuk sistem kredit Tabur Puja. Ini memberikan secara khusus kredit-kredit dan fasilitas tabungan kepada keluarga miskin.
Namun, di semua posdaya disediakan kredit komersial biasa yang dinamakan pundi, kalau di Jawa Timur namanya Pundi Kencana, di daerah lain pundi. Pemberian bantuan dalam bidang ekonomi di 10 daerah yang kita anggap berhasil, kecuali kredit pundi, mulai dibangun juga di pusat-pusat warung di desa. Sehingga, keluarga miskin mulai membuka warungnya sendiri untuk menampung produksi-produksi merek yang ada di situ.
Kredit yang diambil orang miskin sudah Rp 1 juta-Rp 1,5 juta dan non performing loan-nya (NPL) nol. Karena, kalau tidak mencicil itu, tetanganya yang mencicil. Kalau tetangganya tidak mencicilkan itu, seluruh masyarakat kena penalti. Tidak lagi mendapat kredit, jadi hukumannya pada semua kelompok, begitu istilahnya.
Apakah sudah ada yang pernah mendapat hukuman tersebut?
Nggak ada, cuma dibayangi gitu saja kok, orang desa itu lebih menurut daripada menteri.
Bagaimana hubungan Yayasan Damandiri dengan pemerintah?
Kami berkerja sama dengan Kementerian Kelautan, Perikanan, Kemendesa, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi, Kemenkes, dan BKKBN. Kami memiliki hubungan yang baik, kita saling menyapa. Saya kan orang tua, saya bekas menteri tiga kali.
Bahkan, ada menteri yang datang ke sini, gubernur juga begitu, biar pun kantor saya seperti ini, wali kota juga datang. Sekarang, dalam rangka kabinet baru, kami telah mengadakan konsultasi yang intensif dengan menteri pembangunan desa tertinggal. Kita ingin supaya rakyat desa bisa mengadopsi dengan pembangunan yang ada selama ini. Kerja sama dengan Kementerian Kelautan untuk melatih kelompok-kelompok posdaya, membangun olahan-olahan ikan dan beberapa tempat mulai membangun tambak udang.
Kementerian membantu secara teknis, seperti contoh bagaimana membuat tambak udang. Kemudian, mulai mengadakan kerja sama dengan berbagai pemerintah daerah dengan menanam rumput laut di pinggir laut di daerah. Hasilnya, bisa lebih maksimal apabila pemerintah daerah itu menyatu kepada lembaga posdaya. Karena, dengan sendiri akan terukur, ada beberapa laporan yang terjadi penurunan kemiskinan. Pada tingkat provinsi Sumatra Barat turun, Pacitan lebih lima persen poin karena konsentrasi posdaya juga bagus.
Yayasan bekerja sama dengan beberapa pihak lain, siapa saja, dan bagaimana bentuknya?
Kami berkerja sama dengan bank ada lebih dari 45 bank dan ada lebih dari 450 perguruan tinggi. Kemudian, juga ada lebih dari 260 pemerintah kota dan ribuan desa. Sudah puluhan desa bekerja sama dengan mengirim mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) membantu dengan saya namakan KASIH, yaitu Koordinasi, Advokasi, Sinergi, Inisiasi, dan Harapan.
Setiap tahun kita berikan penghargaan apresiasi. Kerja sama dengan perbankan kami menempatkan uang di situ dan mengimbau supaya bank memberikan kredit kepada keluarga prasejahtera serta menampung tabungannya.
Apa sasaran Yayasan Damandiri dalam jangka pendek dan jangka panjang?
Maju terus bersama rakyat, tidak untuk rakyat, tapi bersama rakyat untuk bersama. Posdaya sendiri akan kita bagi dalam tiga tahap tahap pertama yang maju sekali, maju, dan bisa menjadi tuntunan; kedua, akan maju, tapi perlu pembinaan; ketiga, baru harus mulai dikembangkan seluasnya.
Tanpa pengembangan yang luas, dampaknya tidak kelihatan. Akan ada banyak cakupan, seperti bank di mana-mana agar cakupan banyak. Dia sedekat mungkin dengan konsumen, jadi teknik itu yang kita pakai.
Kita akan menugaskan yang maju sekali sebagai tuntunan pusat pelatihan, pusat rujukan dari daerah-daerah di sekitarnya sehingga akan timbul lagi yang maju. Pada 2016, akan kita bentuk manajemen daerah yang akan membantu manajemen Damandiri pusat, di samping koordinator daerah, kami akan menciptakan advokasi baru, meyakinkan bupati, wali kota, serta daerah-daerah yang akan membantu meyakinkan bahwa program ini bukan Damandiri, melainkan program nasional.
Bagaimana dengan harapan ke depan?
Saya optimistis karena saya selalu berpikir positif, kemudian kita selalu berikhtiar. Maka itu, kita konsul dengan para menteri, saya tulis pada Pak Jusuf Kalla dan Presiden diberi restu dari jauh. Namun, laporan selalu, saya menulis surat kepada bupati, gubernur selalu saya tembuskan kepada Presiden dan Wapres dan menteri terkait, dibaca atau tidak, itu kita ikhlas saja, kalau dibaca dan ditindaklanjuti, syukur. ed: Andri Saubani
***
Dipengaruhi Filosofi Ki Hajar Dewantara
Pria kelahiran 1938 ini mengaku filosofi hidupnya lebih banyak dipengaruhi oleh Ki Hajar Dewantara yang lebih cenderung kepada pendidikan. KH Dewantara yang lahir di Yogyakarta menjadi tokoh pelopor pendidikan sehingga disebut dengan julukan Bapak Pendidikan Nasional.
Ketua Yayasan Damandiri, Haryono Suyono, mengungkapkan, seseorang harus seperti KH Dewantara yang berani memulai dan siap mundur. Selain itu, seseorang juga harus siap untuk melihat sesuatu dari kejauhan.
Menurut Haryono, filosofi hidupnya juga terinspirasi dari dunia Barat, yakni pada ahli-ahli sosiologi, perubahan sosial, kemasyarakatan, dan politik. Ia juga pernah mengenyam pedidikan di Universitas Chicago, Amerika Serikat. Dari sana, ia belajar mengenai filosofi dengan mengikuti garis hidup manusia.
"Manusia terefleksi dari tahapan-tahapan keluarga, masyarakat, dan dunia. Tahapan pertumbuhan manusia, mulai dari bayi, sangat tradisional untuk makan, sampai dewasa, akan lebih cerdas ingin sesuatu yang memenuhi graduasi tingkat kebutuhan," ujar Haryono kepada Republika, belum lama ini.
Sementara, dalam kesehariannya, Haryono mengatakan, ia lebih cenderung untuk berbicara dengan rakyat yang berada di desa-desa. Berbagi cerita merupakan hiburan yang ia dapatkan di samping bekerja. Ia memiliki kesempatan untuk berbincang dengan masyarakat melalui kepemimpinannya di Yayasan Damandiri.
Haryono kerap menjadi pembicara dalam forum Damandiri ke desa terpencil. "Saya selalu membawa penghargaan sehingga saya selalu membawa wajah yang cerah. Biar pun sedikit sakit, tapi senyum selalu, sedapat mungkin saya memberikan waktu untuk menyalami warga meski gak semuanya," ungkap mantan kepala BKKBN ini.
Selama menjadi pembicara, ia mengatakan akan memberikan para penontonnya ketertarikan. Haryono mengungkapkan, selama ia berbicara, pasti seluruh penonton yang tadinya keluar akan kembali masuk dan pendengarnya juga akan memberikan sambutan tepuk tangan yang gemuruh.
Seusai memberikan materi, Haryono mengaku tidak langsung masuk ke dalam ruangan VIP, tetapi ia lebih suka membaur bersama dengan rakyat desa untuk sekadar makan dan minum bersama. Hingga saat ini, meskipun usianya tidak lagi muda, Haryono juga aktif di beberapa organisasi. Ia turut menjadi ketua umum Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI), yaitu tempat berhimpunnya para pensiunan pegawai negeri sipil. ed: Andri Saubani