REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Warga sipil, tak terkecuali perempuan, termasuk di antara korban tewas dalam serangan udara paling akhir Barat di ibukota Libya, Tripoli, kata beberapa pejabat dan pekerja rumah sakit. Libya menyatakan, Kamis larut malam (24/3), korban jiwa di pihak sipil akibat lima hari serangan udara telah mencapai hampir 100 dan menuduh pemerintah Barat berperang di pihak pemrotes.
Beberapa pejabat militer Barat membantah adanya korban jiwa di pihak dalam aksinya untuk menerapkan zona larangan terbang di wilayah udara Libya "guna melindungi warga sipil dari pasukan pemerintah". Wartawan Reuters dan wartawan lainnya dibawa ke Rumah Sakit Pusat di Tripoli, tempat mereka diperlihatkan 15 mayat pada Kamis malam.
"Mayat itu berasal dari serangan udara hari dan kemarin. Mereka menyerang tempat militer dan sipil," kata petugas kamar mayat Ahmed Hussein. Tak ada konfirmasi independen bahwa mereka memang tewas oleh serangan udara Barat, yang biasanya dimulai setelah gelap dan diikuti oleh tembakan gencar anti-pesawat serta jalur merah menyala di udara.
Semua mayat tersebut diletakkan di trolley logam. Sebagian ditutupi selimut tebal warna-warni. Pekerja rumah sakit mengenakan masker bedah untuk meredakan bau anyir darah di dekat mereka. Tiga mayat berjenis kelamin perempuan dengan pakaian sipil.
Kebanyakan korban tewas memakai seragam militer. Sebagian mayat rusak hingga tak bisa dikenali. Tak ada nama korban yang diberikan dan para dokter tak bersedia memberi komentar.
Pekerja rumah sakit mengatakan mereka tewas dalam serangan udara di Tripoli pada Kamis (24/3) dan Rabu (23/3). Tapi satu mayat dibungkus tas putih dengan tanggal 18 Maret.
Itu bukan tanggal serangan militer Barat untuk menghancurkan sistem pertahanan udara Libya.
Para pejabat Libya tak bersedia memperlihatkan kepada wartawan tempat serangan udara Barat terhadap apa yang mereka katakan sasaran sipil kendati wartawan berulang-kali mengajukan permintaan. Wartawan belum bisa bicara dengan siapa pun di antara korban cedera.