REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menemukan indikasi korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara dalam laporan deklarator PKS, Yusuf Supendi soal penggelepan dana petinggi PKS. Jika tidak ditemukan bukti tindak pidana korupsi yang melibatkan penyelenggara negara, KPK menyarankan kasus itu ditangani penegak hukum lain.
Menurut Wakil Ketua KPK, M Jasin, saat ini laporan dari Yusuf masih dipelajari oleh Dumas (Pengaduan Masyarakat) KPK. “Namun itu masih belum final loh ya, karena KPK masih mempelajari laporan itu dan belum bisa mengambil kesimpulan apakah ada indikasi korupsi yang melibatkan penyelenggara negara,” ujar Jasin saat dihubungi Republika, Jumat (25/3).
Menurutnya, jika hasil kajian yang dilakukan oleh KPK itu tidak menemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi yang melibatkan penyelenggara negara, maka sebaiknya kasus itu ditangani oleh lembaga penegak hukum lain. Karena, KPK hanya menangani kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara.
Sebelumnya, Rabu (23/3) lalu, Juru Bicara KPK, Johan Budi menyatakan, petinggi partai politic bukanlah bagian dari penyelenggara negara. Definisi penyelenggara negara itu menurutnya adalah orang-orang yang memiliki jabatan untuk menjalankan roda pemerintahan atau anggota organisasi yang keuangannya berasal dari keuangan negara.
Seperti diketahui, Yusuf Supendi melaporkan dugaan penggelapan dana yang dilakukan oleh petinggi PKS ke KPK, Senin (21/3). Menurutnya, sejumlah elit partai tersebut diduga telah menerima dana asing dari Timur Tengah untuk partai. Mereka juga diduga melakukan penggelapan dana pilkada DKI Jakarta 2007 sebesar Rp10 miliar. Pada kunjungannya ke KPK, ia memberikan beberapa dokumen yang menurutnya bisa menjadi bukti awal mengungkap dugaan penggelapan dan gratifikasi yang dilakukan para petinggi PKS.
Sebelum melapor ke KPK, Yusuf juga melaporkan Presiden PKS ke Badan Kehormatan DPR. Yusuf menuding Presiden PKS dan Sekjen PKS menggelapkan uang partai. Anis Matta, Sekjen PKS, diduga menggelapkan uang dana Pilkada DKI Rp 10 milyar bersumber dari Adang Daradjatun Rp 40 milyar.