Jumat 25 Mar 2011 14:54 WIB
Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Agresi yang dilakukan negara-negara barat atas dasar resolusi PBB yang memberlakukan zona larang terbang mencerminkan kepentingan akan minyak. Pasalnya, negara-negara Barat seolah tanpa pikir panjang menyerang Libya atas nama demokrasi dan rakyat Libya. Sebab itu, Indonesia sebagai pihak yang memiliki suara dalam dunia Islam dan internasional seharusnya mengutuk serangan tersebut.
Cendikiawan Muslim yang juga pengamat Timur Tengah, Azyumardi Azra kepada republika.co.id, saat ditemui di Universitas Ass-syafiiyah, Jakarta, Rabu (23/3). Azyumardi mengatakan Indonesia memang seharusnya menegaskan sikap untuk mengatakan mengutuk terhadap agresi tersebut. Sebab, pola seperti itu sudah dilakukan AS dan sekutunya ketika menaklukan Afganistan dan Irak. Artinya, AS dan negara-negara barat selalu memanfaatkan resolusi PBB untuk mengamankan kepentingannya.
Pengamat Politik LIPI, Indria Samego memaparkan pola yang dilakukan AS dan negara-negara barat tidaklah berubah. Mereka tetap memanfatkan PBB untuk membenarkan kepentingannya. Padahal dari sisi kemanusiaan itu tidaklah bisa dibenarkan.
Karena itu, Indria menyarankan agar Indonesia lebih banyak berperan. Sebab, gejala macam ini menandakan ketiadaan kekuatan penyeimbang guna mencegah kebijakan agresi itu dilakukan pada negara-negara lain khususnya yang tergabung dalam dunia islam.
Setidaknya, ada dua hal yang disarankan Indria terkait agresi Libya. Pertama, memperkuat lobi internasional baik bilateral maupun multilateral kepada AS dan negara-negara sekutunya. Kedua, lakukan pendekatan Libya melalui pemimpinya Moamar Qaddafi. Menurut dia, pendekatan itu lebih menitik beratkan pada sikap legowo Qaddafi untuk mundur.
Disinggung soal mandeknya peran Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan Liga Arab, Indria mengatakan kedua organisasi itu boleh dibilang hanya memuat kepentingan monolitik. Maksudnya, persatuan mereka berdasarkan musuh bersama. Jadi, ketika musuh itu tidak ada maka masing-masing anggotanya ribut sendiri.
Courtesy of Youtube
photo by Google