Sabtu 26 Mar 2011 06:48 WIB
Serangan Koalisi di Libya

Jet Tempur Qatar Ikut Tegakkan Zona Larangan Terbang Libya

REPUBLIKA.CO.ID,DOHA--Sejumlah jet tempur Qatar terbang di wilayah udara Libya untuk ikut menegakkan zona larangan terbang sesuai dengan resolusi PBB, kata angkatan udara negara itu, Jumat. Dengan penerbangan pesawat-pesawat itu, Qatar menjadi negara Arab pertama yang mengambil bagian dalam operasi militer yang dipelopori Barat itu.

Angkatan Udara Qatar mengatakan dalam sebuah pernyataan, sejumlah pesawat "terbang di Libya sebagai bagian dari koalisi internasional" untuk menegakkan zona larangan terbang yang diberlakukan pada pasukan Moamer Kadhafi "untuk melindungi penduduk sipil". Pernyataan yang disiarkan kantor berita QNA itu tidak menyebutkan tanggal dimulainya operasi Qatar atau lokasi penerbangan pertama.

Namun, dua jet tempur Mirage Qatar dan sebuah pesawat angkut C-17 Globemaster mendarat Selasa di Siprus untuk pengisian bahan bakar dalam perjalanan untuk penempatan tersebut. Televisi pemerintah mengatakan, pesawat-pesawat itu menuju sebuah pangkalan udara AS di Crete.

Uni Emirat Arab, yang seperti Qatar juga sekutu utama AS, mengatakan, Kamis, negara itu akan mengirim enam pesawat F-16 dan enam jet Mirage untuk membantu menegakkan zona larangan terbang di Libya, dan misi penerbangan akan dimulai "dalam beberapa hari mendatang. Liga Arab yang beranggotakan 22 negara mendukung pembentukan zona larangan terbang sebelum jet-jet tempur Barat menyerang pertahanan udara pasukan Kadhafi yang memerangi pemberontak. Serangan-serangan itu dilakukan sesuai dengan mandat PBB.

Libya kini digempur pasukan internasional yang dipelopori AS, Inggris dan Prancis, sesuai dengan resolusi PBB yang disahkan pada Kamis lalu (17/3). Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Moamer Kadhafi, yang membuat marah Barat.

Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Kadhafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, kini pasukan Kadhafi dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu. Qaddafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Qaddafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.

Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.

Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri. Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi. Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka.

sumber : antara/AFP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement