Sabtu 26 Mar 2011 20:22 WIB

Sulit Pastikan Krisis Nuklir Jepang Berakhir

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO - Juru bicara pemerintah Jepang, Yukio Edano, mengatakan pada Sabtu (26/3) ia kesulitan untuk meramal kapan krisis di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima No.1 bakal berakhir.

Kepala sekretaris kabinet itu menyebutkan Sumio Mabuchi, mantan menteri pertanahan, infrastruktur, transportasi dan pariwisata, telah ditunjuk menjadi penasihat khusus Perdana Menteri Naoto Kan, dalam upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintah guna mengatasi masalah nuklir sejak diguncang gempa dan diterpa tsunami pada 11 Maret lalu.

Mabuchi, yang digantikan oleh Manabu Terata, ditunjuk untuk bertanggung jawab khusus pada penanggulangan krisis nuklir sementara waktu dan bekerja sama dengan operator PLTN, Perusahaan Tenaga Listrik Tokyo (TEPCO), kata Edano dalam konferensi pers.

Ketika ditanya mengenai prospek dari krisis tersebut, Edano mengatakan, "situasi untuk saat ini ialah mencegah menjadi lebih buruk." Ia mengatakan bahwa situasi itu "perlu upaya yang besar" sebelum mereda.

"Upaya tersebut sangat penting untuk masa depan Jepang. Saya akan mendorong diri saya hingga maksimal," kata Mabuchi kepada wartawan di kantor perdana menteri setelah menerima tugas barunya. "Seluruh dunia mengamati dengan dekat krisis itu," tuturnya.

Mabuchi sebelumnya pernah berada dalam kabinet Kan hingga pertengahan Januari.

Bersama dengan penjabat ketika itu Kepala Sekretaris Ka

bine,t Yoshito Sengoku, Mabuchi mendapat banyak tekanan untuk meninggalkan pemerintah. Tekanan muncul setelah pihak oposisi yang mengendalikan majelis atas menyatakan mosi mengecam penanganan tabrakan kapal tahun lalu antara kapal penangkap ikan China dengan kapal patroli Jepang di dekat kepulauan yang masih sengketa dengan Beijing.

Pada awal bulan ini, Kan menunjuk Sengoku sebagai wakil kepala sekretaris kabinet untuk meningkatkan upaya bantuan dan rekonstruksi paska-gempa bumi.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement