REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sepintas bangunan berlantai dua yang berlokasi di areal Pusdiklat Kementerian Hukum dan HAM di Gandul, Cinere, lebih mirip tempat kos-kosan mahasiswa/karyawan, yakni berkamar-kamar dan dibangun di atas sebuah kolam.
Bedanya dengan tempat kos-kosan mahasiswa, meski bentuk kamar-kamarnya serupa berderet memanjang, adalah penghuninya. Di rumah Si Doel, demikian nama yang diberikan untuk bangunan itu, bermukim sejumlah narapidana yang sedang menanti masa pembebasannya.
Tempat "kos-kosan" para napi ini dikenal dengan istilah lapas terbuka di mana sistem pembinaan napi dilakukan dengan orientasi yang berbasis masyarakat, suatu metode baru yang digunakan untuk mengintegrasikan napi kembali ke kehidupan masyarakat.
Menurut Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Untung Sugiono, pemerintah telah mendirikan 14 lapas terbuka di Indonesia antara lain di Jakarta (Cinere) yang diresmikan Mei 2004, Jambi, Padang, Nusakambangan, dan Kendal,
Pendirian lapas terbuka yang di Jakarta juga dikenal dengan nama Kampung Asimilasi Gandul, katanya, jauh dari kesan bertembok tinggi dan berjeruji besi serta tak hanya sebagai tempat mendidik para narapidana, tapi juga mengembangkan keterampilan.
Tujuan lapas terbuka adalah untuk mempermudah napi berinteraksi kembali dengan masyarakat, sehingga semua aktifitas yang mereka lakukan mengarah pada usaha penyatuan komunitas. Untuk mencapai tujuan tersebut maka penerapan lapas terbuka didasarkan pada standar kriteria: pertama, lokasi pembinaan memberikan kesempatan pada napi untuk berinteraksi dengan masyarakat, kedua, lingkungan memiliki standar pengawasan minimal.
Ketiga program pembinaan seperti pendidikan, pelatihan, konseling dan hubungan didasarkan kepada masyarakat, keempat diberikan kesempatan untuk menjalankan peran sebagai warga masyarakat, anggota keluarga, siswa, pekerja dan lainnya serta kelima, diberikan kesempatan untuk menumbuhkan dan mengembangkan diri.
Sore itu, Herianto (45) tengah mengamati kolam ikan yang ada di halaman Lapas Terbuka Gandul, Cinere.
Lelaki berperawakan sedang itu mengaku baru sebulan berada di sana dan tengah menunggu masa bebas hukumannya satu bulan lagi.
"Saya tertangkap saat mencuri HP dan dijatuhi hukuman satu tahun," katanya tentang tindak kriminal yang dilakukannya dan menjebloskannya ke penjara. Dia hanya ingin punya HP, sehingga nekat mencuri. "Saya tak akan mengulangi perbuatan itu. Saya di sini memilih untuk menjadi petugas pemelihara mesjid," kata pria yang berayah Jawa dan ibunya dari Aceh itu.
Namanya juga napi, untuk mempercayai bahwa mereka tidak akan kabur dari LP Terbuka, maka orang-orang yang masih terpidana itu disyaratkan menyerahkan barang jaminan ? biasanya surat kepemilikan rumah atau sertifikat tanah.
"Kalau kabur mereka akan rugi sendiri, karena masa tahanan bisa menjadi panjang dan barang jaminan bakal tersimpan lebih lama di lapas," kata Rochim, staf dari Kemkumham yang bertugas di Pusdiklat yang sehari-harinya bisa mengamati para napi yang tinggal di sana.
Dede, karyawan fungsional Kemkumham mengisahkan pengalamannya tentang kepercayaan kepada napi di Lapas Terbuka Gandul. Suatu hari seusai mengajar di pusdiklat dia ada urusan ke Cilandak dan salah seorang napi menawarkan diri untuk mengantarnya dengan sepeda motor.
"Ada rasa syukur karena akan diantar, tetapi cemas juga karena yang akan ngantar seorang napi. Jangan-jangan habis mengantar saya, dia gak balik lagi ke lapas dan saya akan dimintai tanggung-jawab," katanya. Sekitar 15 menit setelah Dede sampai di Cilandak, dia menelepon petugas piket di lapas dan menanyakan apakah si napi sudah balik. "Saya lega karena si napi sudah kembali ke lapas".
Saat ini Lapas Terbuka Gandul dihuni oleh 26 napi. "Penghuninya tidak tentu kadang sedikit, tapi adakalanya pula mencapai jumlah 60 orang," kata Narwin sambil menambahkan bahwa lapas ini hanya menunggu kiriman dari LP-LP seputar Jabodetabek.
Sejumlah lapas terbuka ada di Indonesia antara lain di Jakarta yang berkapasitas 50 orang, Kendal 100 orang, Pasaman dan Mataram. Lapas Terbuka Pasaman memiliki areal 20 hektare yang digunakan untuk pengembangan holtikultura seperti semangka. kacang tanah dan jagung.
Napi di lapas terbuka bisa dikunjungi teman-teman dan kerabatnya seminggu sekali setiap hari Sabtu. "Ada kelonggaran waktu bagi napi untuk bertemu istri dan anak-anaknya, maklumlah mereka kadang sudah lama tidak bertemu," kata Rochim.
Diperlakukan dengan lebih manusiawi, ditempatkan di rumah yang lebih nyaman tanpa terali besi, diberikan kepercayaan, kesempatan untuk mengembangkan diri dan bermasyarakat, diharapkan membuat para napi tidak lagi berkeinginan melakukan kejahatan setelah mereka dibebaskan.
Seperti kata Herianto, "Saya tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat. Usia saya kini 45 tahun, masih cukup waktu ke depan untuk betobat,".