REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komite pemilihan untuk Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia dinilai telah melakukan blunder ketika sempat memutuskan duapuluh suara untuk satu kandidat sebagai mekanisme pemilihan Ketua PSSI dalam Kongres Surabaya akhir April.
Meski sudah diralat menjadi satu suara untuk satu calon, pengamat menilai kentalnya nuansa kepentingan yang dilakukan Komite Pemilihan.
Pengamat sepakbola, Yusuf Kurniawan, meminta agar panitia kongres tidak sampai mengkristal menjadi dua kelompok. Pasalnya, tutur Yusuf, banyak kepentingan yang harus diakomodir oleh Komite Pemilihan. Oleh karena itu, tuturnya, biarkan lah kongres yang memutuskan siapa yang akan menjadi Ketua Umum.
"Putusan tadi malam setiap duapuluh suara satu kandidat itu blunder. Sama sekali bertentangan dengan statuta FIFA bahwa one man one vote. Seakan-akan hanya mengarahkan kepada satu calon,"ujar Yusuf usai berbicara dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (2/4).
Yusuf meminta baik pengurus PSSI lama mau pun pemerintah mau menunggu putusan FIFA yang akan dinyatakan dalam waktu dekat. Putusan FIFA tersebut, tuturnya, akan menjadi pedoman bagi semua stakeholder sepakbola Indonesia untuk menentukan sikap bagi masa depan PSSI ke depan.
Secara pribadi, Yusuf pun mengharapkan agar FIFA memutuskan untuk diadakannya Kongres ulang. Dalam kongres tersebut, ungkapnya, dapat terjadi mekanisme pemilihan yang lebih fair dengan memasukkan delegasi FIFA sebagai pemantau. "Mudah-mudahan saja diulang. Kongres Pekan Baru merugikan,"jelasnya.
Soal pembekuan PSSI, Yusuf pun meminta pemerintah untuk melakukan lobi agar FIFA tidak mengenakan sanksi kepada PSSI seperti yang terjadi kepada Bosnia Herzegovina kemarin. Pasalnya, tutur Yusuf, FIFA melarang keras intervensi dari pemerintah untuk organisasi sepakbola. "Pemerintah harus menjelaskan apa yang sudah terjadi,"ungkapnya