Rabu 06 Apr 2011 07:52 WIB

Gedung Putih Minta Presiden Yaman Selesaikan Kebuntuan Politik

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON--Gedung Putih, Selasa (5/4), menyeru Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh agar menyelesaikan kebuntuan politik di negerinya dan memastikan "keselamatan serta keamanan" rakyat Yaman. "Presiden Saleh perlu menyelesaikan kebuntuan politik dengan oposisi sehingga perubahan politik yang berarti dapat berlangsung dalam waktu dekat dengan cara yang damai dan tanpa kekerasan," kata Gedung Putih dalam satu pernyataan.

Gedung Putih menyeru semua pihak agar terlibat dalam "dialog politik yang konstruktif dan merancang jalur yang menempatkan persatuan, kemajuan dan kemakmuran masa depan Yaman di atas kepentingan pribadi". Yaman telah menghadapi protes antipemerintah selama tiga pekan guna menuntut segera diakhirinya 33 tahun kekuasaan Presiden Saleh. Sejauh ini lebih dari 100 orang telah tewas.

Bentrokan antara pendukung pemerintah dengan pemrotes antipemerintah berlanjut pada Selasa (5/4) di provinsi utama, Sana'a, Taiz, Al-Hodayda, Al-Bayda, Aden, Abyan, Ibb dan Haramouth.

"Amerika Serikat dengan keras mengutuk penggunaan kekerasan oleh pasukan pemerintah Yaman terhadap demonstran di Sana'a, Taiz, dan Al-Hodayda dalam beberapa hari belakangan," kata Gedung Putih.

Ditambahkannya, "Kami mengingatkan Presiden Ali Abdullah Saleh mengenai tanggung jawabnya untuk menjamin keselamatan dan keamanan rakyat Yaman yang melaksanakan hak universal mereka untuk terlibat dalam penyampaian pendapat politik. Kami menyeru pemerintah Yaman agar melaksanakan penyelidikan penuh mengenai berbagai peristiwa ini dan menangkap mereka yang bertanggung jawab atas semua tindakan mereka."

Presiden Saleh telah menjadi sekutu penting AS dalam perang melawan Al-Qaida di Jazirah Arab (AQAP), yang berpusat di Yaman. Tapi para pejabat Yaman dan Amerika telah menyimpulkan bahwa Presiden Saleh tampaknya tak bisa mewujudkan pembaruan yang diperlukan dan dituntut oleh pemrotes. Presiden Saleh "harus mengakhiri jabatannya", kata mereka.

Yaman adalah negara leluhur pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan. Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu dan membentuk Republik Yaman pada 1990 tapi banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai banyak sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Anggota Gerakan Selatan menginginkan pemisahan atau otonomi luas bagi kawasan yang dulu menjadi negara merdeka. Oposisi Yaman mendesak Presiden Saleh mengakhiri kekuasaan tiga dasawarsanya dan menyerahkan wewenang kepada deputinya untuk priode peralihan, namun usul itu ditolak oleh pemimpin kawakan tersebut pada Ahad (3/4).

sumber : antara/xinhua-OANA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement