REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI - Kenya berjanji membantu Somalia memerangi gerilyawan Al-Shabaab di sepanjang perbatasannya dengan negara Tanduk Afrika tersebut. Dalam kawasan tersebut pasukan kedua negara memerangi kelompok yang terkait dengan Al-Qaeda itu, kata Perdana Menteri Somalia Mohamed Abdullahi Mohamed.
Bulan lalu, pasukan Somalia dan milisi sekutunya menguasai kota perbatasan Beledhawo dari kendali Al-Shabaab. Kota itu bersebelahan dengan kota Mandera, Kenya.
Somalia tidak memiliki pemerintah yang efektif selama 20 tahun.
"Kenya telah memberi kami komitmen untuk membantu kami membasmi gerilyawan Al-Shabaab yang telah menempatkan gerilyawan asing di daerah-daerah perbatasan," kata Mohamed setelah bertemu dengan mitranya dari Kenya, Raila Odinga, pada Kamis malam.
Ia tidak menjelaskan secara terinci dari mana gerilyawan jihad asing itu berasal, atau bentuk dukungan yang akan diberikan Kenya.
Odinga mengatakan, ia telah membahas dengan Mohamed dukungan yang akan diberikan Kenya kepada Somalia untuk memerangi Al-Shabaab.
PBB mendukung upaya-upaya Uni Afrika untuk menstabilkan Somalia dan meminta pertemuan tingkat tinggi di Nairobi pada pekan depan, yang mungkin juga membahas masalah keamanan.
Mohamed, yang pekan ini meminta badan-badan PBB yang biasanya beroperasi di luar Nairobi untuk ditempatkan lagi di Somalia, ingin konferensi itu diadakan di Somalia.
"Kami tahu begitu banyak pertemuan yang diadakan di luar tidak membuahkan hasil... Rakyat Somalia harus merancang masa depan mereka sendiri," katanya.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.
Al-Shabaab mengobarkan perang selama empat tahun ini dalam upaya menumbangkan pemerintah sementara Somalia dukungan PBB yang hanya menguasai sejumlah wilayah di Mogadishu.
Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli lalu.
Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.
Al-Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 79 orang. Pengeboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak insiden serupa pada 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaeda.
Serangan-serangan bom pada 11 Juli itu dilakukan di sebuah restoran dan sebuah tempat minum yang ramai di Kampala ketika orang sedang menyaksikan siaran final Piala Dunia di Afrika Selatan.
Pemimpin Al-Shabaab telah memperingatkan dalam pesan terekam pada Juli bahwa Uganda akan menghadapi pembalasan karena peranannya dalam membantu pemerintah sementara Somalia yang didukung Barat.
Uganda adalah negara pertama yang menempatkan pasukan di Somalia pada awal 2007 untuk misi Uni Afrika yang bertujuan melindungi pemerintah sementara dari Al-Shabaab dan sekutu mereka yang berhaluan keras di negara Tanduk Afrika tersebut.
Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.
Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.
Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.
Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.