REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Harga minyak dunia melonjak, Jumat (8/4) waktu setempat ke tingkat tertinggi dalam lebih dari dua tahun. Kenaikan didorong oleh ketegangan politik di dunia Arab yang kian membara dan keprihatinan terhadap pemilu di Nigeria.
Kontrak utama New York melonjak ke 112,91 dolar AS -- tingkat yang terakhir terlihat pada September 2008, sebelum mundur kembali ke 112,79 dolar AS, naik 2,49 dolar AS dari Kamis.
Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Mei mengakhiri hari di 126,65 dolar AS, naik 3,98 dolar AS dari tingkat penutupan Kamis.
Harga minyak naik tajam minggu ini didukung kerusuhan kekerasan di Libya, kerusuhan populer di Timur Tengah yang lebih luas, dan karena dolar telah melemah terhadap euro.
"Semua mata difokuskan pada Libya dan berita bagi mereka yang mencari dimulainya kembali dengan cepat pasokan dan harga minyak yang lebih rendah tidak baik," kata analis PVM PVM Oil
Associates, David Hufton.
"Pasukan Pemimpin Libya Moamer Kadhafi telah menghancurkan infrastruktur ladang minyak yang hanya di bawah kendali lawan-lawannya, mereka hanya memotong sumber pembiayaan." Peristiwa di tempat lain di Afrika mengambil korban.
"Tingkat saat ini untuk minyak mentah terutama didukung oleh ketegangan Timur Tengah dan juga pemilu Nigeria," kata Chen Xin Yi, seorang analis komoditas Barclays Capital.
"Penundaan pemilihan parlemen pekan lalu (di Nigeria) karena
masalah logistik bukan pertanda baik untuk pemilihan presiden," tambah Chen.
Nigeria, eksportir minyak utama, pada Kamis mengumumkan penundaan ketiga pemilu legislatif di beberapa bagian wilayah negara itu setelah gagal untuk mengatasi masalah logistik.
Dukungan lebih lanjut untuk harga minyak datang dari dolar yang melemah, yang membuat komoditi yang dihargakan dalam dolar lebih murah untuk pembeli yang menggunakan mata uang kuat seperti euro. Kondisi itu cenderung meningkatkan permintaan dan harga untuk minyak mentah.