REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Pekan lalu suasana Jabberwocky Cafe sedikit berbeda dari biasanya. Kafe yang berada di pinggiran kota New York tengah menjadi tuan rumah diskusi Asosiasi Mahasiswa Muslim.
Sesuai namanya, diskusi ini bermaksud memberikan semacam pencerahan terhadap kekeliruan yang terjadi soal Islam dan Muslim. Diskusi berjalan begitu hangat dan mencapai titik klimaks ketika Muslimah AS giliran berbicara soal unek-unek mereka tentang hijab.
"Sangat mudah untuk melihat orang lain seperti lainnya ketika anda tidak tahu cerita mereka," papar Kamilah Pichet, Muslimah AS keturunan Afro-Amerika. Ia mengaku kesal dengan kejahilan yang menimpa dirinya akibat gaya berpakaiannya yang serba tertutup.
Picket adalah mahasiswa Universitas Chicago sekaligus penulis buku "Ten Things About Me". Saat itu ia tengah berbagi kisah dirinya bersama Muslimah AS lainnya,
Pickett yang memutuskan memeluk Islam ketika berusia 12 tahun mengenakan jilbab sebagai bagian dari keyakinannya sebagai Muslim. Dia menyatakan jilbab bukanlah sebatas kain penutup kepala melainkan bentuk kerendahan hati seorang perempuan Muslim dalam menjalani kehidupannya. "Jilbab ini hanyalah sepotong kain, bukan tongkat sihir," kata Pickett seperti dikutip dari Dailyorange, pekan lalu.
Varsty Muhammad, mahasiswa tahun kedua studi kedokteran keluarga memutuskan memeluk Islam pada tahun 1998. Diawal, dirinya mengenakan jilbab sebatas saat menghadiri pengajian ataupun beribadah. Dia mulai mengenakan jilbab secara utuh pada tahun 2000.
Dalam pandangan Varsty, kesederhanaan sangat diperlukan. Jilbab itulah menurut Varsty simbol kesederhanaan itu. "Jilbab ini hanya materi. Mengenakan jilbab tidak membuat anda menjadi seorang Muslim,"katanya.
Zohura Ali, pakar keuangan dan akuntansi utama memilih untuk tidak mengenakan jilbab, meskipun ibunya dan dua kakak perempuan memakainya. Dia mengatakan orang tuanya percaya jilbab dapat membantu perempuan Muslim menekan godaan. "Anda bisa menutupi rambut untuk seolah terlihat baik padahal masih melakukan semua hal-hal buruk," kata Ali.
Azhar Ali, presiden dari Himpunan Mahasiswa Islam menilai kekeliruan tentang Islam yang terbesar adalah pernyataan yang mengatakan jilbab merupakan bentuk penindasan terhadap perempuan. "Jilbab membantu anda fokus termasuk menjadi alasan mengapa kalian ada di sini," tegasnya.