REPUBLIKA.CO.ID,DUBAI--Human Rights Watch, Jumat, mengecam penggunaan tentara anak di sebuah divisi tentara Yaman yang memihak para pengunjuk rasa anti-rezim dalam krisis politik yang telah mengakibatkan 125 orang tewas. "Tentara anak yang direkrut oleh tentara Yaman sekarang digunakan oleh unit yang memisahkan diri untuk melindungi demonstran anti-pemerintah," kata Kelompok Hak Asasi Manusia HRW yang bermarkas di New York dalam sebuah pernyataan.
Disebutkan bahwa para pekerja HRW telah bertemu dengan "puluhan tentara bersenjata yang tampaknya berusia lebih muda dari 18 tahun " di Sanaa sejak aksi protes yang acap kali melibatkan aksi kekerasan terhadap Presiden Ali Abdullah Saleh meletus pada akhir Januari.
Dua puluh dari mereka, yang mengaku berusia antara 14 dan 16 tahun, mengatakan kepada HRW bahwa mereka bertugas selama dua tahun di divisi di bawah komando militer tertinggi, jenderal pembelot Jenderal Ali Muhsin al-Ahmar.
Sebelum protes antirezim, mereka telah direkrut untuk memerangi pemberontah Syiah di Yaman utara. "Pemerintah Yaman telah terlalu lama menempatkan anak-anak pada risiko besar dengan mengerahkan tentara anak-anak di medan pertempuran," kata Joe Stork, wakil direktur HRW untuk Timur Tengah.
"Lawan Presiden Saleh seharusnya tidak memperpanjang masalah dengan menggunakan anak-anak untuk keamanan aksi protes," katanya dalam pernyataan itu. HRW mendesak Amerika Serikat "untuk menunda bantuan militer ke Yaman segera kecuali pemerintah Yaman setuju untuk menegosiasikan rencana aksi dengan PBB guna mengakhiri penggunaan tentara anak." Lebih dari 125 orang telah tewas selama 10 pekan terakhir dalam bentrokan antara demonstran anti-Saleh dan pasukan keamanan yang setia kepada presiden itu.