Selasa 19 Apr 2011 19:23 WIB

Tunda Teken Kontrak Koalisi Baru, Bentuk Keragu-raguan PKS

Rep: Yasmina Hasni/ Red: Djibril Muhammad
PKS
PKS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera dinilai sempat ragu-ragu untuk bergabung dalam koalisi pemerintah. Hal ini terlihat dari, sikap partai yang menunda-nunda penandatanganan kontrak baru koalisi.

Hal tersebut diungkapkan Pengamat Politik Maswadi Rauf. Menurutnya, persoalan koalisi hingga kini memang masih dianggap aneh. "Belum bisa diterima sepenuhnya. Sebab, batasan antara sejauh mana harus sepakat, dan sejauh mana berbeda pendapat itu belum jelas," ujar dia kepada Republika, Selasa (19/4).

Sebab, meskipun tergabung dalam koalisi, menurut Maswadi, seharusnya tidak boleh ada larangan berbeda pendapat sama sekali. "Itu kan tidak demokrasi," imbuh Guru Besar Ilmu Politik FISP UI ini.

Maswadi mengakui, bahwa selama ini memang tidak pernah ada koalisi ketat di Indonesia. "Ini memang barang baru, selama ini longgar semua," kata maswadi. Pada 2009-2014 ini, menurutnya, Partai Demokrat memang berusaha untuk menggalang koalisi yang bisa disepakati seluruh anggotanya.

Padahal, kata dia, keinginan tersebut merupakan pengharapan yang terlalu jauh. "Koalisi harusnya tetap mentolerir perbedaan pendapat, di luar kebijakan pemerintah," ujar dia. Karena pertimbangan itulah, PKS bermanuver lama dalam menandatangani draf koalisi baru tersebut.

Namun demikian, PKS memang tetap memilih untuk berada dalam koalisi. Karena hal itu lebih menguntungkan partainya. "Kan tujuan partai adalah menjadi partai pemerintah," katanya. Sementara ke depannya, ia memperkirakan bahwa di dalam koalisi tersebut pun belum ada kesepakatan soal perbedaan pendapat itu.

Masih ada pencarian format di dalam koalisi. Pasalnya tidak mungkin koalisis sepakat dalam setiap hal. Maka, Maswadi menilai, dalam koalisi masih mencari sejauh mana toleransi sejauh mana akan diberikan pada anggotanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement