REPUBLIKA.CO.ID,DAMASKUS - Dua aktivis ternama hak asasi manusia Suriah menyambut baik dekrit yang ditandatangani oleh Presiden Bashar al-Assad mengenai pencabutan undang-undang darurat. Namun, keduanya mengatakan langkah itu masih tidak memenuhi tuntutan rakyat.
"Pencabutan undang-undang darurat dan penghapusan pengadilan keamanan negara merupakan langkah positif. Namun, beberapa hari mendatang kami akan mengamati betul-betul pasukan keamanan untuk mengetahui apakah mereka melanggar hukum," kata Rami Abdul Rahman. "Kini kami mengharapkan pembebasan ribuan orang yang dihukum oleh pengadilan keamanan negara. Pengadilan yang bertindak di luar sistem pengadilan normal dan yang putusannya tidak bisa dibanding.''
Pengacara hak asasi manusia Haitham Maleh, yang memimpin Obervatorium HAM Suriah dan bermarkas di London, sependapat dengan Abdul Rahman. Maleh mengatakan bahwa tindakan Assad yang diambil setelah protes lebih dari sebulan itu tidak cukup. ''Pencabutan undang-undang darurat merupakan hal yang baik. Namun, itu hanya memenuhi sejumlah tuntutan rakyat Suriah,'' katanya.
Maleh memperbarui seruan-seruan bagi penghapusan sebuah pasal dalam konstitusi Suriah yang menunjuk pada Partai Baath kubu Assad yang berkuasa sebagai satu-satunya pemimpin negara dan masyarakat Suriah. Partai itu memberlakukan undang-undang darurat ketika merebut kekuasaan pada 1963.
Kantor berita SANA mengatakan Assad mengeluarkan dekrit yang mengakhiri undang-undang darurat, menghapus pengadilan keamanan negara dan mengizinkan penduduk melakukan demonstrasi damai. Langkah itu dilakukan menjelang protes yang direncanakan berlangsung di Suriah.
Suriah sejak pertengahan Maret dilanda protes yang belum pernah terjadi sebelumnya. Rakyat menuntut reformasi besar-besaran di negara yang dikuasai Partai Baath selama hampir 50 tahun itu. Puluhan orang secara resmi dinyatakan tewas dalam lingkaran kekerasan itu. Namun, sejumlah aktivis hak asasi manusia mengatakan lebih dari 200 orang tewas dalam kekerasan itu.