REPUBLIKA.CO.ID,JERUSALEM--Shimon Peres dari Israel Jumat meminta pemerintah untuk menyusun rencana bagi perdamaian dengan Palestina sebelum masyarakat internasional melaksanakan prakarsanya sendiri, menurut laman Internet Haaretz. "Jika kita tidak mengingini rencana asing, cara terbaik membuat rencana kita sendiri, dan jika kita melakukan itu, yang lain tidak akan meneruskan rencana mereka," kata presiden Israel itu seperti dikutip versi online surat kabar yang condong ke kiri tersebut.
Komentarnya itu dikeluarkan pada saat kunjungan ke Israel selatan belum lama ini dan merupakan jawaban atas pertanyaan mengenai kemungkinan prakarsa yang dipersiapkan oleh Presiden Amerika Serikat Barack Obama, laporan yang pertama muncul di New York Times, Kamis. Dengan mengutip beberapa pejabat Gedung Putih yang tak disebutkan namanya, surat kabar itu mengatakan rencana tersebut, yang dilukiskan dalam istilah yang sangat samar-samar, "dapat mencakup empat prinsip, atau syarat referensi ... (yang) dapat meminta Israel untuk menerima negara Palestina berdasarkan pada perbatasan 1967".
Laporan itu juga memberi kesan bahwa pengungsi Palestina bisa kehilangan hak untuk kembali ke tanah yang mereka tinggalkan atau dipaksa ke luar, bahwa Jerusalem dapat menjadi ibu kota kedua negara, dan akan juga mencakup prinsip-prinsip penjagaan keamanan Israel. Ketika diminta untuk mengomentari laporan tersebut, Peres mengatakan itu "semua spekulasi" sementara menambahkan bahwa "terlalu dini untuk mengatakan sesuatu" mengenai kemungkinan prakarsa baru AS.
PM Israel Benjamin Netanyahu akan melakukan perjalanan bulan depan ke Washington, tempat ia akan berpidato di Kongres AS guna menggambarkan prakarsa politik baru yang ditujukan untuk memulai pembicaraan damai dan upaya lebih dulu Palestina untuk meminta pengakuan PBB akhir tahun ini.
Setelah macetnya pembicaraan langsung akhir tahun lalu, Palestina mengadopsi strategi diplomatik yang ditujukan untuk menjamin pengakuan PBB atas negara Palestina berdasarkan pada perbatasan 1967 dengan Jerusalem sebagai ibu kotanya. Langkah itu diperkirakan akan terjadi Septemner, ketika Majelis Umum PBB mengadakan pertemuan tahunannya.