Ahad 24 Apr 2011 14:15 WIB

Tidak Ada Dasar Hukumnya, Otopsi Irzen Okta tak Bisa Jadi Bukti

Almarhum Irzen Okta
Almarhum Irzen Okta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hasil proses otopsi jenasah Irzen Octa tidak bisa dijadikan alat bukti tindak kejahatan pidana terkait kematiannya. "Alasan tidak bisa dijadikan alat bukti karena tidak ada dasar hukumnya," ujar Pakar hukum pidana asal Universitas Muhammadiyah Chairul Huda saat dihubungi wartawan di Jakarta, Ahad (24/4).

Chairul menyebutkan proses otopsi berdasarkan permintaan keluarga hanya sebagai langkah antisipasi untuk pembuktian gugatan perdatanya. Sebelumnya, pengacara Irzen Octa, Vicky Fisher menyatakan pihak keluarga korban meminta adanya otopsi terhadap jenasah Irzen untuk memastikan penyebab kematiannya.

Proses otopsi terhadap jenasah Irzen dilakukan tim dokter forensik Universitas Indonesia di pemakaman Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (20/4). Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Baharudin Djafar sempat menegaskan hasil otopsi terhadap jenasah Irzen Ocat tidak dapat dijadikan alat bukti baru untuk proses penyidikan kasus kematiannya.

Baharudin menuturkan proses otopsi terhadap Irzen tidak terkait dengan kepentingan penyidikan yang sedang berjalan, karena langkah otopsi merupakan permintaan dari keluarga korban. Perwira menengah kepolisian itu, menyatakan penyidik Polres Metro Jakarta Selatan telah melakukan visum guna dijadikan alat bukti penyidikan kematian Irzen.

Namun hasil visum kepolisian tidak dapat diinformasikan kepada pihak keluarga karena termasuk materi penyidikan. Baharudin menambahkan penyidik bisa menghadirkan saksi ahli tim dokter yang melakukan otopsi ulang pada persidangan, namun hal itu tergantungan kebutuhan penyidik.

Pihak keluarga Irzen juga mengajukan gugatan perdata sebesar Rp 3 triliun terhadap Citibank melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Peristiwa berawal ketika Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa (PPB), Irzen Octa meninggal dunia saat mendatangi kantor Citibank guna mengklarifikasi tunggakan kartu kreditnya yang mencapai Rp100 juta di Menara Jamsostek, Jakarta Selatan, Selasa (29/3).

Saat mendatangi kantor Citibank, Irzen diduga mendapatkan intimidasi dan penganiayaan ringan hingga meninggal dunia dari penagih utang. Polisi telah menetapkan dan menahan lima tersangka terkait kasus tewasnya Irzen, yakni HS, H, D (debt collector), A dan BT (karyawan Citibank).

Para tersangka dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan bersama dan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman penjara lebih dari lima tahun. Kemudian Pasal 333 KUHP tentang merampas kemerdekaan seseorang dengan ancaman hukuman penjara 12 tahun juncto Pasal 359 tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement