REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Penasihat hukum Antasari Azhar, Maqdir Ismail, mengungkapkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan seharusnya mengetahui keberadaan dimana tiga dokumen milik mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.
Menurut Maqdir, tiga dokumen tersebut tertera dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas perkara Antasari. Berdasarkan putusan itu, jelas Maqdir, Majelis Hakim memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk mengembalikan dokumen tersebut.
"Saya bukan mengada-ada. Saya baca dalam putusan seperti itu. Menurut putusan itu, ini mesti dikembalikan kepada pak Antasari atau kepada direktur KPK. Itu kita tidak pernah tahu apakah sudah dikembalikan atau belum,"jelas Maqdir saat dihubungi, Kamis (28/4).
Berdasarkan putusan tersebut, tuturnya, tiga dokumen itu yakni laporan yang diterima dari Sigit Aryo Wibisono mengenai Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, dokumen tentang pengadaan dari Mega Sinarmata dan dokumen soal adanya perjanjian perusahaan swasta dengan BUMN.
Menurut Maqdir, tanggung jawab secara administratif saat pemberkasan ada di tangan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Oleh karena itu, tuturnya, Jaksa Penuntut Umum seperti Cirus Sinaga tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Untuk itu, Yusuf mengaku akan mencoba bertanya secara formal kepada Kejari Jaksel juga kepada KPK.
Terkait laptop Antasari, Maqdir mengungkapkan Majelis Hakim tidak pernah menyebutkan laptop dalam putusannya. Akan tetapi, ungkapnya, ketika pihaknya meminta kepada pimpinan KPK barang-barang Antasari termasuk laptop untuk dikembalikan, permintaan tersebut ditolak. "Ketika itu mereka menjawab bahwa mereka tidak bisa serahkan karena permintaan penyidik,"jelasnya.
Maqdir menjelaskan dokumen Antasari sangat penting terkait dengan dugaan rekayasa kasus Antasari. Pasalnya, tutur Maqdir, tidak ada kaitan dokumen tersebut dengan pembunuhan Nasrudin Zulkarnain. "Yang jadi masalah sebenarnya adalah untuk apa dokumen ini kalau tidak ada kaitannya dengan kasus pak Antasari?"tanya Maqdir.