Senin 09 May 2011 20:14 WIB

BNPT: Intelijen tak Perlu Lakukan Penangkapan

Kepala BNPT, Ansyad Mbai
Foto: Antara
Kepala BNPT, Ansyad Mbai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai menilai kewenangan penangkapan tidak perlu masuk dalam Rancangan Undang-undang Intelijen mengingat kewenangan itu sudah dimiliki kepolisian. "Intelijen memang perlu mendapat informasi dari pelaku kejahatan, tapi kan bisa menggunakan kesempatan pada waktu penahanan oleh kepolisian," ujarnya di Jakarta, Senin (9/5).

Kewenangan menangkap oleh intelijen menjadi salah satu poin dalam RUU Intelijen yang masih menjadi ganjalan, selain lamanya waktu penahanan. Penentangan terhadap poin kewenangan penangkapan dilatarbelakangi kekhawatiran adanya pelanggaran HAM dalam proses itu. Jika kewenangan itu dimasukkan dalam RUU intelijen dan disahkan, maka BIN dapat melakukan penangkapan dan menginterogasi seseorang untuk jangka waktu 7 x 24 jam.

Ansyaad menambahkan, Indonesia dapat mengadopsi cara intelijen Australia yakni intelijen berwenang menginterogasi, tapi tak berhak menahan. "Dalam masa penahanan polisi itulah intel bisa menginterogasi," tuturnya.

Ia mengakui, kekhawatiran adanya pelanggaran HAM dalam setiap kegiatan intelijen karena trauma terhadap kegiatan intelijen di masa lalu yang cenderung tidak tertutup dan tidak dapat dikontrol. "Tapi sekarang kontrol struktural dan politis begitu kuat, saya kira tidak ada alasan untuk takut terhadap intelijen. Bahkan DPR sekarang bisa memanggil Kepala BIN setiap saat," tutur Ansyaad.

Ia mengatakan, tanpa intelijen yang kompeten, aparat Indonesia hanya dapat bertindak reaktif, yakni baru bereaksi jika peristiwa gawat telah terjadi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement