REPUBLIKA.CO.ID,SOLO--Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Scot A. Marciel, menyatakan, pemerintah AS tidak pernah membatasi perkembangan berbagai komunitas agama, termasuk Islam, di negara tersebut. "Negara kami (AS, red.) sudah mengundang-undangkan bahwa ada pemisahan antara urusan pemerintahan dan agama," katanya seperti disampaikan penerjemahnya saat mengunjungi Pondok Pesantren Al Muayyad Mangkuyudan Solo, di Solo, Kamis.
Ia menjelaskan, masyarakat AS sebenarnya cukup agamis, namun pemerintah memang tidak boleh mencampuri urusan agama. Karena itu, katanya, di berbagai sekolah, pemerintah di AS tidak mengajarkan pelajaran agama apa pun. "Baik agama Kristen, Islam, dan sebagainya. Tidak ada pelajaran agama di sekolah pemerintah, namun komunitas-komunitas agama yang ada itu kemudian mendirikan sekolah yang memasukkan pelajaran agama," katanya.
Ia mengemukakan, implikasi dari pemisahan urusan agama dengan pemerintah itu memang membebaskan pendirian komunitas agama. Mereka juga dibebaskan juga jika kemudian ingin mendirikan sekolah-sekolah.
Bahkan, katanya, beberapa universitas di AS juga memiliki program pendidikan Islam dengan kualitas yang sangat baik. "Karena itu, tidak ada yang tahu ada berapa agama di AS. Pemerintah memang dilarang untuk menanyakan seseorang agamanya apa? Namun, saat ini ada banyak komunitas-komunitas agama yang aktif di AS," katanya.
Ia mengakui, perkembangan Islam di AS cukup pesat, seiring dengan masuknya imigran yang kebetulan beragama Islam sehingga saat ini sudah ada jutaan muslim dan lebih dari 1.000 masjid di AS. "Saya lahir di sebuah kota kecil yang berjarak beberapa kilometer dari San Francisco, ketika saya kecil tidak ada masjid sama sekali di kota itu, bahkan saya tidak tahu apakah ada komunitas muslim saat itu," katanya.
Akan tetapi, katanya, saat ini sudah ada tiga masjid dan komunitas muslim besar di kota kelahirannya itu. Komunitas muslim itu tidak tinggal terpisah atau ekseklusif, namun bercampur dengan warga lainnya. "Saya juga mendengar kalau ada alumni ponpes ini yang menjadi imam masjid di Washington DC, saya berterima kasih. Ini bisa menjalin interaksi yang lebih erat antara masyarakat AS dan Indonesia," katanya.
Pengasuh Ponpes Al Muayyad Mangkuyudan Solo, K.H. Abdul Rozaq Shofawi, membenarkan bahwa salah satu alumni ponpes itu yang menjadi imam masjid di Washington DC bernama Nur Adnan. "Kami juga pernah mengirim santri belajar ke AS dan saat ini mereka sudah pulang. Sepulang dari AS, mereka bisa mengajarkan pada kawan-kawannya yang lain tentang pengalamannya saat di negara itu," katanya.