REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Budi Susilo Supandji, mengatakan, kritikan para tokoh lintas agama yang menyatakan Indonesia menghadapi kebangkrutan nasional adalah bagian dari demokratisasi. "Kalau itu merupakan suatu aspirasi di dalam semangat demokrasi, saya kira harus kita hargai pernyataan kelompok-kelompok pemuka agama," kata Budi kepada wartawan di Kantor Lemhannas, di Jakarta, Jumat.
Menurut Budi, berbagai macam krisis seperti ekonomi, politik, dan sosial yang dihadapi bangsa Indonesia sudah berkali-kali sejak masa revolusi, parlementer, G 30 S/PKI, hingga reformasi. "Jadi biarkan, para tokoh lintas agama mengkritik dan itu bagian dari demokrasi," ujarnya.
Bahkan, lanjut dia, banyak kelompok-kelompok muda usia 30 tahun ke bawah yang menyampaikan gagasan yang ideal ke Lemhannas. "Saya percaya mereka secara jeli menyisir tentang kelangsungan yang ada di bangsa ini. Insya Allah tidak akan terjadi lagi kebangrutan bangsa serta tersandera bangsa Indonesia," tuturnya.
Menurut dia, masalah kebangkrutan nasional yang dilontarkan para tokoh lintas agama tidak bisa diselesaikan satu atau dua saja, tapi harus diselesaikan secara bersama-sama. "Tidak bisa menyatakan, ini salahnya sih a dan b. Ini sudah tidak jamannya lagi," ucap Budi.
Sebelumnya sejumlah tokoh lintas agama saat menyampaikan refleksi Hari Kebangkitan Nasional 2011 menilai bahwa kebangkrutan moral telah mengancam bangsa Indonesia. Persatuan bangsa tercabik-cabik oleh berbagai konflik dan kekerasan, intoleransi keagamaan juga semakin menguat serta keberadaan kelompok radikal yang dengan bebas menyebarluaskan paham kekerasan.
Para pemuka lintas agama, seperti Ketua PGI Andreas Yewangoe, Ketua KWI Martinus Situmorang, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif, KH Salahudin Wahid, juga menyampaikan sejumlah tuntutan kepada para pejabat publik yang memikul tanggungjawab memimpin bangsa ini, agar tanpa ragu-ragu menempatkan kebijakan yang diambil atas dasar empat pilar kebangsaan, yakni UUD 1945, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Selain itu, mereka juga menuntut agar pemerintah menghentikan pembiaran terhadap kekerasan atas nama kelompok-kelompok garis keras dan kekerasan atas nama agama. Pemerintah juga diminta untuk mengubah arah perekonomian agar rakyat kecil dapat merasakan bahwa mereka bisa maju dan hidup layak.
Selanjutnya tokoh lintas agama meminta pemerintah atau pejabat publik berani memberi prioritas tertinggi pada pengakhiran korupsi dan pembebasan perpolitikan Indonesia dari politik uang.