REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Setara Institute for Democracy and Peace, Hendardi, menilai keputusan Dewan Kehormatan Partai Demokrat (PD) yang hanya memberhentikan M Nazaruddin dari jabatan Bendahara Umum merupakan keputusan setengah hati sebagai bentuk kompromi minimalis.
"Keputusan ini juga bukan sepenuhnya merupakan bentuk kesungguhan Ketua Dewan Kehormatan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang juga Presiden Republik Indonesia memberantas korupsi politik di negeri ini. Tapi lebih merupakan upaya pemulihan citra PD dan dirinya di mata publik," kata Hendardi, Selasa (24/5).
Menurut dia, Ketua Umum PD Anas Urbaningrum dan SBY tidak bisa "cuci tangan" begitu saja seolah-seolah dengan tindakan terhadap Nazaruddin ini, partainya sudah bersih. Karena publik sudah terlanjur tidak percaya dengan upaya pemberantasan korupsi yang diprakarsai para elit politik.
Dalam konteks kasus Nazaruddin, kata Hendardi, publik juga terlanjur menduga keterlibatan elit Demokrat lainnya. “Karena korupsi politik hampir tidak mungkin hanya dilakukan seorang diri. Selain memang seharusnya Nazaruddin diberhentikan.”
Hendardi menduga Nazaruddin juga menjadi tumbal bagi pemulihan citra Demokrat. Posisi Nazaruddin sebagai anggota DPR RI masih cukup efektif untuk membentengi diri dari kasus yang melilitnya.