REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Mr Sjafruddin Prawiranegara layak menjadi pahlawan nasional karena jasanya bagi bangsa dan negara sangat besar. Hal ini ditegaskan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.
"Dengan mengingat dan mengakui jasanya bagi bangsa dan negara, dan berdamai dengan masa lalu, mari kita teladani sosok Mr Sjafruddin Prawiranegara sebagai pejuang," katanya di Auditorium Kahar Mudzakir Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Selasa.
Pada seminar "Satu Abad Mr Sjafruddin Prawiranegara: Menang dalam Kalah, Kalah dalam Menang", Sultan mengatakan, tokoh tersebut merupakan sebagian dari pendahulu bangsa yang memiliki integritas sebagai politisi-negarawan yang juga mempunyai kejujuran dan hidup bersahaja sampai akhir hayatnya.
"Saya berharap setiap mengenang para pendahulu bangsa, selain dipandang secara reflektif juga sebagai pedoman perspektif Indonesia masa depan dengan peradaban baru yang lebih bermartabat," katanya.
Ia mengatakan, kesadaran kebhinnekaan yang bisa membangun peradaban Indonesia menuju hari depan yang lebih baik. "Mereka adalah sosok-sosok jernih, tanpa pamrih yang kritis terhadap realitas, dan bersikap positif untuk terus mencari jalan keluar persoalan bangsa," katanya.
Menurut dia, pembangunan peradaban baru yang diperlukan Indonesia untuk maju juga tidak boleh terlepas dari fondasi yang telah dibangun para pendiri bangsa.
"Presiden Soekarno telah berjasa membangun rumah peradaban baru tersebut dalam bentuk Pancasila yang menyatukan kebhinnekaan bangsa. Kita yang harus melanjutkan tongkat estafet untuk membawa ke peradaban baru bangsa yang lebih bermartabat," katanya.
Rektor UII Edy Suandi Hamid mengatakan, Mr Sjafruddin Prawiranegara layak untuk diberikan gelar pahlawan nasional. Menurut dia, jasanya yang patut diperhitungkan adalah kontribusinya yang sangat besar dalam menjaga Republik Indonesia (RI) pada saat terjadi agresi militer kedua oleh kolonial Belanda.
"Dengan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dibentuk dan dipimpinnya, RI tetap kokoh berdiri meskipun ibu kota telah diduduki oleh kolonial Belanda dan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap," katanya.