REPUBLIKA.CO.ID, MOSKWA - Sekitar seperlima atau 20 persen dari pengeluaran pertahanan Rusia dicuri setiap tahun oleh pejabat, jenderal dan kontraktor kotor, kata kepala kejaksaan militer Rusia dalam wawancara, yang diterbitkan pada Selasa (24/5). Presiden Dmitry Medvedev mengatakan wabah korupsi menahan kemajuan Rusia, namun kelompok anti-penyuapan mengatakan masalah semakin buruk sejak Medvedev masuk Kremlin oleh mentornya Vladimir Putin pada 2008.
"Banyak uang tercuri, biasanya setiap seperlima anggaran dan tentara tetap mendapatkan peralatan dan persenjataan dengan mutu rendah," kata kepala kejaksaan militer Sergei Fridinsky kepada koran pemerintah, "Rossiiskaya Gazeta". "Setiap tahun semakin banyak uang dikucurkan untuk pertahanan, tapi keberhasilannya tidak besar," katanya, dengan menambahkan bahwa penyuapan dan kontrak palsu digunakan untuk menipu negara.
Fridinsky tidak merinci jumlah uang tercuri itu, tapi Rusia menetapkan 1,5 triliun rubel (453 triliun rupiah) untuk anggaran pertahanan nasional 2011, menandakan pencurian lebih dari 90 triliun rupiah setahun dari bidang itu. Sementara negara Barat mengurangi pengeluaran pertahanan, Putin berjanji menggelontorkan 20 triliun rubel dalam 10 tahun mendatang guna membarui persenjataan dengan kapal selam, hulu ledak nuklir dan sistem baru pertahanan udara.
Medvedev berulang kali mengingatkan sektor pertahanan Rusia, yang terkenal korup, supaya membereskan diri dan bulan ini sudah memecat beberapa pemimpin industri, karena Kremlin menganggap mereka tidak memenuhi sejumlah kontrak. Rusia masih tercatat sebagai eksportir terbesar kedua persenjataan dunia, tapi industri pertahanannya disibukkan oleh korupsi dan ribuan lelaki muda setiap tahun mencoba menyogok hanya agar dapat mengabdi sebagai tentara.
Korupsi merupakan gaya hidup di Rusia, mulai dari sogokan kecil, yang diselipkan ke kantong polisi lalu lintas atau dokter, hingga ke penyuapan besar, yang banyak pemodal katakan sejumlah pejabat tinggi minta untuk akses ke kontrak negara dalam bidang sumber daya alam. Transparency International menempatkan Rusia pada posisi 154 dari 178 negara dalam indeks persepsi korupsi pada tahun lalu, bersama dengan Kamboja, Kenya dan Laos.
Itu merupakan peringkat terendah Rusia sejak indeks tersebut mulai diterapkan pada 1995. Pada 2009, Rusia berada di tempat 146. Rusia dinilai lebih korup daripada anggota lain G8, G20, bahkan rekan negara "emerging power" India, China dan Brazil, yang berada di peringkat 87, 78 dan 69. Ketika ditanya apakah ia mengira perwira tinggi terlibat dalam korupsi tersebut, Fridinsky mengatakan, "Coba pikirkan saja sendiri."