REPUBLIKA.CO.ID, Kemiskinan, membuat komunitas Muslim dianggap bukan konstituen potensial. Meski berjumlah besar, mereka tidak terorganisir dengan baik dan bukan kekuatan nyata. Itu bukan tak disadari oleh para pemuka komunitas.
Pemimpin empat organisasi terbesar Muslim di Amerika akhirnya memutuskan melakukan sesuatu yang baru. Rencana mereka adalah menerapkan model yang digunakan para Yahudi Amerika. Sebenarnya, Yahudi-Amerika pun memiliki massa tak jauh beda dengan komunitas Muslim, namun memiliki kekuatan dan pengaruh politik kuat melampaui jumlahnya, sebab mereka menggunakan organisasi macam Komite Urusan Publik Amerika Israel (AIPAC).
Muslim yang Lebih Terorganisir
Maka, para pemimpin Muslim pun membentuk blok. Jumlah Muslim diperkirakan 3 juta di Amerika Serikat, namun mereka mengelompok secara tidak proposional di medan pertempuran suara seperti Michigan, Florida dan Ohio.
Kumpulkan semua pemilih dan siapa pun dipastikan akan memiliki lobi kuat terhadap politisi, di mana politisi tak punya pilihan selain mendengar konstituen. CAIR bersama Dewan Urusan Publik Muslim (MPAC), Dewan Muslim Amerika dan Aliansi Muslim Amerika, bergabung membentuk Dewan Kordinasi Politik Muslim Amerika PAC.
Komite aksi politik organisasi baru itu mendorong peningkatan jumlah pendaftaran pemilih dari komunitas Muslim. Mereka juga menggelar forum-forum kandidat dan menjadi palang pintu upaya penggalangan dana. Kelompok itulah yang mendukung Bush, setelah sebelumnya mengamankan bukti penting rahasia mengenai kasus deportasi dan penargetan berdasar ras. Setelah pemilu CAIR menyuarakan peran Muslim Amerika dalam kemenangan partai Republik.
Menurut survei tak resmi terhadap anggota organisasi gabungan tadi, 72 persen Muslim Florida mengaku memberikan suara kepada Bush.
Pergeseran Sikap Politik
Serangan 11 September terhadap WTC mengubah banyak hal, namun terjadi bertahap. Pemerintah Bush bersikap keras terhadap bentuk-bentuk kebebasan sipil yang pernah mereka kampanyekan dengan tetap tidak bersikap menjelek-jelekkan Islam. Tapi ada perubahan tak terelakkan dalam tubuh partai.
"Ada orang-orang yang mengambil keuntungan dari ketiadaan komunikasi, yakni mereka yang memiliki agenda tersembunyi, terutama orang-orang yang terlibat dalam industri Islamofobia," ujar direktur MPAC, Harris Tarrin yang mengacu pada jaringan dan komentator yang memanfaatkan ketakutan berlebihan terhadap syariah.
Politikus konservatis yang tengah naik daun, Suhail Khan, perantara Gedung Putih era Bush dengan komunitas Muslim yang kemudian menjabat di Departemen Transportasi, seperti dilansir Mother Jones, kini merasa lebih sering terjebak di tengah 'baku tembak'. Khan pernah dituding mendukung Ikhwanul Muslimin, yang ia bantah dengan keras.
Sementara, aktivis muda Partai Republik atau Grand Old Party (GOP), di Texas, diserang oleh laman-laman online sayap kanan, seperti Jihad Watch gara-gara menghadiri undangan sebuah masjid di Irving, AS. Pasalnya, masjid itu pernah memberi penghargaan kehormatan kepada Ayatollah Khomenei.
Beberapa tokoh bahkan memiliki kisah lebih serius. Mantan profesor Universitas South Florida, Sami Al Arian, yang memiliki peran kunci dalam upaya Bush merangkul Muslim pada pemilu 2000 lalu, didakwa memiliki materi yang mendukung terorisme. Ia diganjar hukuman 57 bulan di penjara federal.
Keretakan antara GOP dan Muslim kian tercermin dalam jajak pendapat. Kejatuhan terbesar yang dialami GOP terjadi pada 2008 lalu. Menurut Satuan Tugas Muslim Amerika terhadap Hak Sipil dan Pemilu, hanya 2,2 persen Muslim memilih Senator John McCain. Sementara Gallup mencatat bahwa 11 persen memilih Mccain, namun tak ada lembaga lain yang melaporkan dengan jumlah lebih besar dari itu. Dengan pemilu 2012 kian dekat, akankah Partai Republik tetap mengambil sikap mengantagoniskan Muslim? (bersambung)